Bagikan:

JAKARTA - Korea Selatan dan Amerika Serikat mencermati rencana kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin, meski Kremlin sebelumnya bilang itu hal normal dan tidak perlu dikhawatirkan.

Kunjungan Presiden Putin dinilai dapat mempererat hubungan militer antara kedua negara, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, kata pejabat AS dan Korsel memperingatkan pada Hari Jumat.

Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim Hong-kyun dalam panggilan telepon darurat dengan Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell mengatakan, kunjungan Putin seharusnya tidak menghasilkan lebih banyak kerja sama militer antara Pyongyang dan Moskow, yang melanggar resolusi, menurut Kementerian Luar Negeri Seoul.

Senada dengan kekhawatiran Kim, Campbell berjanji untuk terus bekerja sama guna mengatasi potensi ketidakstabilan regional dan tantangan yang disebabkan oleh perjalanan tersebut.

"Sambil memantau perkembangan terkait secara ketat, kedua pihak sepakat untuk menanggapi dengan tegas melalui kerja sama yang erat terhadap provokasi Korea Utara terhadap Korea Selatan dan tindakan yang meningkatkan ketegangan di kawasan tersebut," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 14 Juni.

Pada Hari Rabu, seorang pejabat senior di Kantor Kepresidenan Seoul mengatakan, Presiden Putin diperkirakan akan mengunjungi Korea Utara "dalam beberapa hari mendatang". Sementara, surat kabar Rusia Vedomosti pada Hari Senin melaporkan Pemimpin Kremlin akan mengunjungi Korea Utara dan Vietnam dalam beberapa minggu mendatang.

kunjungan kim jong un ke rusia
Presiden Putin menyambut Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Vostochny Cosmodrome. (Sumber: Artem Geodakyan/TASS)

Kemarin, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Rusia berhak untuk mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan Korea Utara, tidak boleh ditentang dan tidak dikhawatirkan menjadi sumber ketakutan.

"Korut adalah tetangga kami, negara yang bersahabat dengan kami dan kami mengembangkan hubungan bilateral. Kami akan terus melakukannya ke arah yang lebih baik," kata Peskov.

"Potensi pengembangan hubungan kami sangat besar. Kami percaya hak kami untuk mengembangkan hubungan baik dengan negara tetangga, tidak perlu dikhawatirkan oleh siapa pun dan tidak dapat dan tidak boleh ditentang oleh siapa pun," tandasnya, seraya enggan menyebutkan tanggal atau agenda terkait kemungkinan kunjungan Presiden Putin.

Terpisah, tanda-tanda Korea Utara tengah mempersiapkan kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin paling cepat minggu ini telah dikonfirmasi di bandara Pyongyang, dengan pesawat-pesawat telah sepenuhnya dibersihkan dari landasan, menurut sebuah laporan pada Hari Rabu berdasarkan citra satelit, dikutip dari Kyodo News.

NK News, situs web yang menyediakan berita dan analisis tentang Korea Utara, mengatakan pemindahan pesawat-pesawat tersebut jarang terjadi dan biasanya dikaitkan dengan kunjungan seorang pemimpin asing, tetapi itu dapat dimaksudkan untuk "memberi ruang bagi tim pendahulu Presiden Putin."

Lebih lanjut dilaporkan, pekerjaan pengaspalan dan renovasi baru-baru ini terdeteksi di sebuah monumen perang Rusia serta kampus Kementerian Pertahanan Korea Utara di Pyongyang, yang menunjukkan kemungkinan Presiden Putin dan Pemimpin Korut Kim Jong-un akan bertemu di sana.

Sejumlah objek besar juga muncul di Lapangan Kim Il-sung, mungkin sebagai persiapan untuk acara yang akan dihadiri kedua pemimpin, kata situs web tersebut berdasarkan citra satelit.

"Masih ada kemungkinan bahwa parade atau acara besar tidak akan bertepatan dengan kunjungan Putin, tetapi karena Kim kemungkinan akan menganggap pertemuan puncak mereka dengan sangat penting, ada kemungkinan Korea Utara akan mengadakan acara khusus untuk merayakan hubungan Rusia-DPRK di lapangan tersebut," tulis Colin Zwirko, koresponden analitis senior di NK Pro.

Tahun lalu, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berkunjung ke Rusia pada Bulan September, bertemu dengan Presiden Putin di pusat peluncuran luar angkasa Vostochny Cosmodrome di Timur Jauh Rusia.

Jika terlaksana, kunjungan Presiden Putin ke Korea Utara akan menjadi yang pertama sejak Juli 2000, ketika negara itu dipimpin oleh mendiang Kim Jong-il, ayah Pemimpin Kim.