Bagikan:

JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Hardiyanto Kenneth mendesak revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 110 Tahun 2021 Tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan.

"Pergub Nomor 110 Tahun 2021, menurut saya banyak kelemahannya dan harus segera direvisi," kata Kenneth dalam keterangannya, Selasa 11 Juni.

Menurutnya, penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang diatur dalam Pergub 110/2021 seharusnya bisa menjamin seluruh anak-anak yang tidak mampu memiliki KTP DKI Jakarta sehingga bisa mendapatkan sekolah gratis dan layak.

Hal itu disampaikan Kenneth menggarisbawahi Pasal 1 ayat 4 Pergub 110/2021 berbunyi: "Bantuan Sosial Biaya Pendidikan Masuk Sekolah adalah biaya yang diberikan kepada Peserta Didik baru pada awal tahun pelajaran di Satuan Pendidikan Swasta."

"Salah satu contoh di butir 1 sudah tidak relevan dengan adanya UU Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Daerah Khusus Jakarta, selain itu juga di Pasal 5 Ayat 2 dari ketentuan a hingga e dalam prakteknya ketentuan ini masih belum sepenuhnya secara teknis menjaring seluruh anak-anak tidak mampu Jakarta yang eligable untuk mendapatkan Bantuan Sosial Biaya Personal (BSBP), dan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP)," tuturnya.

Oleh Karena itu, kata dia, Pergub 110/2021 patut untuk ditinjau kembali dengan memberi tambahan frasa dalam butir selanjutnya: “Anak tidak mampu yang orang tuanya memiliki KTP Jakarta dengan menunjukan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu)”.

Dalam ketentuan tersebut, lanjut dia, frasa tersebut untuk memastikan dan memudahkan pendataan bagi anak yang tidak mampu yang belum terjaring butir a hingga e, baik dalam ketentuan pasal 5 maupun pasal 10 Pergub 110/2021 ini, dan dengan adanya frasa tersebut, tujuan pemberian BSPP dan BPP sebagaimana yang di atur dalam pasal 3 akan seluruhnya terpenuhi.

"Jadi dengan menunjukkan SKTM bisa didorong untuk menjadi opsi lain untuk mendapatkan KJP untuk anak orang miskin yang tidak lolos verifikasi DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), supaya bisa menjadi pedoman untuk membantu anak masyarakat tidak mampu yang memiliki KTP Jakarta untuk bisa masuk sekolah negeri atau sekolah swasta dengan tanpa biaya apapun, hal ini dilakukan juga sebagai upaya untuk menghapus anggaran penebusan ijazah di sekolah-sekolah swasta," bebernya.

Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI ini menegaskan, KJP seharusnya hak prioritas untuk anak-anak dari keluarga tak mampu yang memiliki KTP Jakarta agar bisa mereka bisa mendapatkan haknya untuk mendapatkan bantuan sekolah, seperti yang tercatat di Pergub 110/2021 Pasal 3 di ketentuan a sampai g, tetapi pada kenyataannya terhambat oleh sistem DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) di kelompokan dengan sistem desil yang banyak sekali margin errornya.

"Hal itu mengakibatkan banyak sekali anak-anak dari keluarga tidak mampu dan orang tuanya memiliki KTP Jakarta tidak mendapatkan haknya untuk bersekolah gratis. hambatan mengenai DTKS ini lah yang menuntut Pemprov DKI harus berani merevisi Pergub ini, dan juga berani melakukan terobosan supaya anak-anak orang tidak mampu yang memiliki KTP Jakarta bisa bersekolah di sekolah negri maupun swasta tanpa di pungut biaya sama sekali," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Bang Kent itu mengaku, sering mendapatkan informasi kalau banyak sekali anak masyarakat miskin yang mempunyai KTP DKI tidak bisa mendapatkan KJP dan terpaksa menempuh pendidikan di sekolah swasta dan harus membayar SPP. Namun, ketika mereka sudah lulus, sering terjadi kejadian penahanan ijazah oleh pihak sekolah lantaran peserta didik masih memiliki tunggakan karena tidak mampu melunasi SPPnya.

"Warga miskin Jakarta yang dapat bantuan KJP atau tidak, sama-sama harus membayar SPP di sekolah swasta karena sistem KJP di sekolah swasta rata-rata yang saya temukan tetap menagih biaya SPP, yang mendapatkan biaya gratis hanya buku dan seragam saja. Kalau seperti itu menurut saya suatu bentuk pendzoliman, ini bener-bener ngaco menurut saya, ujung-ujungnya pasti nanti akan terjadi tunggakan SPP yang berakibat penahanan ijazah oleh yayasan sekolah swasta karena tidak mampu membayar SPP dan bagi anak anak warga tidak mampu yang memiliki KTP Jakarta bersekolah di sekolah swasta bukanlah suatu pilihan. Mekanisme penebusan ijazah tertahan di sekolah swasta yang dilakukan Pemprov sekarang menurut saya juga bukanlah solusi, dengan keterbatasan anggaran penebusan ijazah tersebut tidak akan mampu menjangkau semua ijazah yang tertahan tersebut. Solusi yang terbaik adalah Pergub DKI Nomor 110 Tahun 2021 ini harus segera direvisi agar peraturan tersebut agar masalah carut marut bantuan sosial pendidikan ini bisa selesai," tuturnya.

Kenneth menambahkan, sebagai wakil rakyat dirinya ingin seluruh aturan yang tertuang dalam Pergub 110/2021, bisa berpihak kepada masyarakat kecil yang membutuhkan pendidikan.

"Harus ada kepastian dari Pergub DKI Nomor 110 Tahun 2021 ini, seperti yang terdapat di asas Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) khususnya pada pasal 5 ayat 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 Jo UU Nomor 13 Tahun 2022 UU P3 tersebut yang menjadi pedoman dan nafas serta niat dari pembuatan Pergub tersebut yang adalah tentang kedayagunaan dan kehasilgunaan untuk memastikan seluruh mekanisme dan prosedur penjaringan peserta didik yang berkeadilan, harus di pahami suatu norma dalam membuat Pergub dan bahwa Pergub ini yang merupakan 'Autonome Satzung' yang secara teknis harus bisa memastikan setiap hak penduduk Jakarta itu terpenuhi secara adil dan merata. jadi prinsipnya Pergub DKI No 110 Tahun 2021 ini secara esensi harus bisa memberikan manfaat yang baik, adil dan merata bagi masyarakat Jakarta," tandasnya.