JAKARTA - Konflik Partai Demokrat belakangan ramai diperbincangkan publik. Mulai dari upaya pengambilalihan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang dipertontonkan secara terbuka. Hingga aksi diam-diam sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merebut kursi ketua umum dari Anas Urbaningrum.
SBY disebut-sebut sebagai dalang kekisruhan Partai Demokrat. Sebab, dari tangan dia lah budaya kudeta di partai berlambang bintang mercy itu tercipta.
Aksi rebut merebut partai kemudian berujung saling lapor ke pihak berwajib. Kedua kubu saling tuding melanggar AD/ART partai hingga gugatan pencemaran nama baik.
Kini nasib Partai Demokrat tinggal diketuk Kementerian Hukum dan HAM.
BACA JUGA:
Upaya SBY Ambil Alih Demokrat dari Anas
Polemik dari gelaran Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang yang memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum (Ketum) mengingatkan kembali pada upaya menggeser Anas Urbaningrum oleh SBY kala itu.
Presidium Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Sri Mulyono, kembali mengulas saat masa Demokrat di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum.
Ia mengungkapkan, baru setahun menjabat sebagai Ketum Demokrat, sudah ada beberapa kasus yang mengobrak-abrik kepemimpinan Anas seperti terkuaknya korupsi yang dilakukannya.
Kepemimpinan Anas Urbaningrum, menurut Sri Mulyono, telah dilucuti oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di akhir periode kepemimpinannya sebagai Presiden.
"Enggak bisa kerja sama sekali, hingga pada 2013 awal, Februari 2013 Pak SBY melucuti kepemimpinan Anas. Jadi Ketua Umum Anas diambil alih oleh Pak SBY, Anas disuruh konsentrasi ke masalah hukumnya," kata Sri Mulyono dari kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored, Minggu 14 Maret.
Sri Mulyono membeberkan, saat itu 8 Februari 2013, Anas Urbaningrum belum mempunyai status apa-apa dan belum dijadikan tersangka, hanya baru dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Inilah awal kudeta Partai Demokrat di sini ini, ini awalnya. Kenapa saya katakan kudeta? karena proses pengambilalihan ketua umum dari Anas ke SBY tidak melalui mekanisme AD/ART," ucapnya.
Disinggung apakah SBY saat ini sedang menghadapi karma. Dia menilai demikian. Menurutnya, aksi yang dilakukan SBY adalah kudeta pertama yang terjadi di tubuh Partai Demokrat.
"Banyak lagi peristiwa-peristiwa sebelumnya, Pak SBY mengumpulkan semua ketua DPD I di Cikeas dengan tidak mengundang Anas sebagai ketua umum, ini juga ilegal dan ini arogan," katanya.
Contoh-contoh itulah, lanjut Sri Mulyono, yang telah dipertontonkan oleh SBY kepada semua kadernya. Sehingga pada hari ini para kader tersebut mencontoh apa yang dulu dilakukan oleh SBY.
"Karena kami diajari begini ya kita sikat saja Pak SBY hari ini, kira-kira begitulah. Seperti yang dikatakan Bang Ruhut semut saja diinjak menggigit apalagi ini tokoh-tokoh yang sudah berjuang, yang senior, otomatis begitulah kan," katanya.
Sri Mulyono pun mengulas sedikit peristiwa kongres di tubuh Demokrat. Dia memaparkan pada saat Kongres Bali yang kedua pada tahun 2005 ada lima calon yang diajukan dan pada finalnya tersisa dua nama yakni Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo, lalu Hadi Utomo keluar sebagai pemenang dengan cara yang demokratis dengan 264 suara.
Kemudian pada kongres 2010, ada tiga calon, yaitu Andi Mallarangeng, Marzuki Alie, dan Anas Urbaningrum. Pada kongres 2010, menurut Sri Mulyono pemilihan ketua umum saat itu disebutnya berjalan sangat demokratis dan Anas Urbaningrum dinyatakan sebagai pemenang dengan cara yang juga demokratis.
Lalu di 2013, diungkapkannya, SBY mengambil alih Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum dengan cara yang tidak demokratis dan melanggar AD/ART setelah itu dikatakannya tidak ada lagi demokrasi di Demokrat.
"Pak SBY mengangkat dirinya sendiri jadi ketum, calon tunggal, setelah itu Pak SBY mengondisikan aklamasi AHY calon tunggal, tidak ada lagi demokrasi. Jadi yang membunuh demokrasi dalam demokrat ya Pak SBY sendiri, bukan orang lain," kata Sri Mulyono.
AHY Dikudeta KLB
Pada Jumat, 5 Maret, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD) melalui voting di Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).
Proses voting ini diawali dengan pengajuan calon ketua umum (caketum) dalam KLB Demokrat di The Hill Hotel and Resort, Deli Serdang. Ada dua nama yang dijagokan oleh peserta KLB Demokrat, yakni Moeldoko dan Marzuki Alie.
Marzuki Alie diajukan oleh perwakilan NTB. Sedangkan Moeldoko lebih banyak, yakni perwakilan Kalteng, Sulteng, Papua Barat, hingga Aceh.
Jhoni Allen Marbun, yang memimpin sidang KLB Demokrat itu, meminta peserta berdiri jika memilih Moeldoko. Hal itu juga termasuk bagi yang memilih Marzuki Alie untuk berdiri.
"Tadi ada dua nama, tenang, ada dua nama, ada Pak Moeldoko, dan ada Pak Marzuki Alie, tepuk tangan untuk keduanya. Saya minta untuk (yang memilih) Pak Moeldoko berdiri," kata Jhoni.
Pada kongres partai politik, lazim pemilihan ketua umum melalui voting tertutup atau perwakilan suara dari daerah. Voting berdiri ternyata dipilih dalam KLB Demokrat, yang memilih Moeldoko menjadi ketua umum.
"Pak Marzuki Alie berapa orang? Oke kita bisa lihat, berarti lebih banyak Pak Moeldoko," ujar Jhoni.
"Setuju," tambahnya.
Mayoritas peserta KLB Demokrat tampak lebih banyak berdiri saat memilih Moeldoko, sedangkan Marzuki Alie lebih sedikit. KLB Demokrat akhirnya memutuskan memilih Moeldoko menjadi Ketum Partai Demokrat periode 2021-2025.
Lewat KLB Deli Serdang tersebut, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pun diberhentikan sebagai ketua umum Partai Demokrat.
"Sehingga dengan keputusan ini, maka Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinyatakan demisioner," tegas Jhoni.
Berujung Saling Lapor ke Pengadilan
Pasca keputusan Kongres Luar Biasa (KLB), polemik semakin meruncing ke persoalan hukum. Kedua belah pihak kompak mendatangi Kementerian Hukum dan HAM, Pengadilan Negeri serta Bareskrim Polri.
Partai Demokrat kubu AHY melalui tim kuasa hukumnya mendaftarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap 10 pihak terkait penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Sementara di hari yang sama, sejumlah pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko melaporkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke Badan Reserse Kriminal Polri. Mereka yang melaporkan adalah Damrizal, Ahmad Yahya, Yus Sudarso, Syofwatillah Mohzaib, hingga Franky Awom.
Putera pertama mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini diduga memalsukan akta pendirian Partai Demokrat dengan memasukkan nama SBY sebagai pendiri partai.
"Jadi kami hari ini akan melaporkan saudara AHY diduga kuat melakukan pemalsuan akta otentik pendirian Partai Demokrat," kata Rusdiansyah selaku kuasa hukum di Bareskrim Polri, Jakarta, pada Jumat, 12 Maret 2021.
AHY, sambung Rusdiansyah, pada 2020, diduga memalsukan akta otentik pendirian Partai Demokrat dengan mencantumkan nama sang ayah sebagai pendiri Partai Demokrat. AHY disebut melakukan perubahan akta pendirian Partai Demokrat di luar forum kongres.
"Ada 59 orang yang menjadi founding fathers Partai Demokrat, tapi tidak ada nama SBY," kata Rusdiansyah. Ia menilai, AHY ingin mengubah sejarah Partai Demokrat.
Dalam pelaporannya terhadap AHY, Rusdiansyah membawa sejumlah barang bukti seperti akta otentik pendirian Partai Demokrat Tahun 2001, AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020, dan Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) Tahun 2020.