AHY di Puncak Gunung Tapi Tak Pernah Mendaki, KLB Mutlak jadi Solusi
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY dan Ayahnya SBY (Foto: Instagram @agusyudhoyono)

Bagikan:

JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Jhoni Allen Marbun menyatakan Kongres Luar Biasa (KLB) merupakan satu-satunya langkah menyelamatkan Partai Demokrat dari dinasti keluarga Cikeas. 

KLB PD diklaimnya dapat mengembalikan Marwah partai sesuai namanya, demokratis terbuka dan modern yang juga merupakan landasan partai.

"Sekali lagi, Partai Demokrat bukan partai dinasti oligarki yang mengarah kepada dinasti," ujar Jhoni dalam sebuah video yang diterima VOI, Senin, 1 Maret. 

Jhoni mengingatkan seluruh kader mulai dari pengurus DPP, DPD, DPC, dan organisasi sayap di seluruh Indonesia bahwa Partai Demokrat telah dicap masyarakat sebagai partai dinasti sejak KLB pertama di Bali tahun 2013. Dimana SBY menjadi ketua umum dan anak kandungnya, Edhie Baskoro menjadi sekjen PD. 

"Ini baru pertama kali di Indonesia bahkan di dunia, untuk pertama kali partai politik bapaknya SBY ketum anaknya sekjen," katanya.

Sejatinya, kata dia, SBY telah melakukan pengingkaran fakta sejarah lahirnya Partai Demokrat. Ia menceritakan, sejak Partai Demokrat diaktekan dinotaris oleh 99 pendiri partai di Jakarta, bermunculan pula para pendiri PD di seluruh provinsi, kabupaten kota di seluruh Indonesia. Mereka saling bahu membahu berjuang meloloskan verifikasi KPU sehingga Partai Demokrat menjadi partai peserta pemilu 2004.

"Demi tuhan saya bersaksi bahwa SBY tidak berkeringat sama sekali apalagi berdarah-darah sebagaimana pernyataannya di berbagai kesempatan," ungkapnya. 

Jhoni menjelaskan, SBY bergabung dengan PD setelah lolos verifikasi KPU dengan memasukan nama istrinya, Ani Yudhoyono sebagai salah satu wakil ketua umum. SBY, hanya menyumbang uang Rp100 juta dalam bentuk 4 travel check di hotel Mirah Bogor. 

"Pak SBY setelah mundur dari kabinet ibu Megawati baru muncul pada acara PD di Hotel Kinasih di Bogor, saat itu saya ketua panitianya. Ini menegaskan SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat," tegasnya lagi.

Lalu siapakah yang mengkudeta sebenarnya?

Jhoni memaparkan, pada 2010 lalu Anas Urbaningrum terpilih sebagai ketua umum secara demokratis pada Kongres II di Bandung. Namun, pada perjalanannya Anas tersandung masalah hukum, meski saat itu belum berstatus tersangka. SBY selaku ketua dewan pembina PD dan juga Presiden RI lantas mengambil kekuasaan Anas Urbaningrum dengan cara membentuk presidium yang diketuai SBY sendiri. 

Kemudian dipilihnya lah Wakil Ketua Anas Urbaningrum yang tidak memiliki fungsi lagi menjalankan roda partai Demokrat sebagai Ketum. 

"Inilah kudeta yang pernah terjadi di PD," kata Jhoni.

Setelah Anas Urbaningrum menjadi tersangka, lanjut Jhoni, terjadilah KLB pertama atau Kongres III Partai Demokrat di Bali pada 2013 untuk melanjutkan kepemimpinan Anas hingga 2015. Kala itu SBY mengatakan hanya akan meneruskan sisa kepemimpinan Anas Urbaningrum.

"Sehingga saya, Jhoni Allen Marbun, diperintahkan oleh SBY untuk membujuk Marzuki Alie yang saat itu menjabat ketua DPR RI untuk tidak maju sebagai kandidat Ketua Umum Partai Demokrat. Padahal, pada Kongres II 2010 memperoleh suara kedua terbesar setelah Anas Urbaningrum," paparnya.

Tak hanya itu, pada Kongres IV 2012 di Surabaya, SBY juga merekayasa jalannya kongres agar menjadi calon tunggal Ketua Umum Partai Demokrat. "Inilah bentuk pengingkaran janji terhadap dirinya sendiri, dan para kader Partai Demokrat di seluruh Tanah Air," kata Jhoni.

Paling meresahkan, kata Jhoni, ada aturan organisasi yang mengamputasi hak DPD dan DPC dengan mengambil mengambil iuran anggota fraksi DPRD Provinsi dan Kab/Kota untuk sebagian disetor ke DPP serta hak-hak penentuan kepala daerah tanpa ada pertanggungjawabannya.

Selanjutnya pada Kongres V 15 Maret 2020 di Senayan, Jakarta, SBY kembali merekayasa tata cara kongres yang tidak sesuai sebagaimana mestinya. Pembahasan dan tata tertib acara tidak dilakukan, dimana salah satu agenda membahas syarat dan tata cara pemilihan ketua umum. 

Selain itu, tidak ada laporan pertanggungjawaban dari Ketua Umum SBY. Bahkan setelah pidato ketum, peserta kongres yang tidak punya hak suara diusir keluar dari arena kongres.

"Semestinya, seluruh peserta Kongres memiliki hak bicara. Padahal hak suara hanya digunakan pada saat pemilihan ketua umum atau perbedaan pendapat. Selanjutnya, SBY mendesign seluruh ketua-ketua DPD seluruh Indonesia untuk mendeklarasikan AHY sebagai ketua umum. Itulah yang mereka sebut aklamasi," katanya lagi.

Karena itu, menurut Jhoni, saat ini hanya KLB yang merupakan solusi konstitusional untuk mengembalikan Partai Demokrat sebagai partai demokratis, terbuka, dan modern.

"AHY berada di puncak gunung, tapi tidak pernah mendaki. Makanya, selaku ketua umum tidak tahu cara turun gunung, sehingga bapaknya, SBY yang saya hormati menjadi turun gunung. Inilah yang saya sebut krisis kepemimpinan," kata Jhoni menandaskan.

Diketahui, Jhoni Allen Marbun menjadi salah satu dari 7 kader yang dipecat secara tidak hormat oleh Partai Demokrat. Bahkan, keanggotaannya sebagai anggota DPR juga akan dilakukan penggantian antar waktu (PAW).