Kudeta Rezim Militer, Jepang Tahan Satelit Pertama Myanmar di Luar Angkasa
Stasiun luar angkasa internasional. (Wikimedia Commons/NASA)

Bagikan:

JAKARTA - Satelit pertama Myanmar ditahan di atas Stasiun Luar Angkasa Internasional setelah kudeta rezim militer pada 1 Februari lalu. Badan antariska Jepang dan universitas terkait belum memutuskan langkah selanjutnya, sebut dua pejabat universitas di Jepang.  

Satelit senilai  15 juta dolar AS itu dibangun oleh Universitas Hokkaido Jepang dalam proyek bersama dengan Universitas Teknik Dirgantara Myanmar (MAEU) yang didanai pemerintah Myanmar. Ini adalah yang pertama dari satu set dua mikrosatelit 50 kg, yang dilengkapi dengan kamera yang dirancang untuk memantau pertanian dan perikanan.

Aktivis hak asasi manusia dan beberapa pejabat di Jepang khawatir kamera-kamera itu dapat digunakan untuk keperluan militer, oleh junta yang merebut kekuasaan di Myanmar pada 1 Februari.

“Kami tidak akan terlibat dalam apa pun yang berhubungan dengan militer. Satelit itu tidak dirancang untuk itu,” salah satu pejabat, manajer proyek, mengatakan kepada Reuters, meminta untuk tidak disebutkan namanya.

“Kami sedang mendiskusikan apa yang harus dilakukan, tetapi kami tidak tahu kapan itu akan diterapkan. Jika dihentikan, kami berharap proyek tersebut dapat dimulai kembali suatu saat nanti,” lanjutnya.

Manajer tidak mengatakan kapan satelit itu dimaksudkan untuk dikerahkan, atau kapan keputusan harus diambil oleh JAXA untuk melanjutkan atau menundanya.

Pejabat kedua Universitas Hokkaido mengatakan, kontrak dengan MAEU tidak menyebutkan satelit tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan militer. Namun, data dari pesawat luar angkasa akan dikumpulkan oleh universitas Jepang dan tidak dapat diakses secara independen oleh pejabat Myanmar, kata pejabat kedua.

Sejak kudeta militer Myanmar, pejabat universitas tidak dapat menghubungi rektor MAEU, Prof Kyi Thwin, pejabat kedua menambahkan. Pejabat di JAXA tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar. MAEU tidak menanggapi panggilan untuk meminta komentar, begitu pula juru bicara rezim Myanmar.

Meski satelit itu belum dibuat sesuai spesifikasi militer, Teppei Kasai, petugas program Asia untuk Human Rights Watch, mengatakan akan mudah bagi penguasa militer Myanmar untuk menggunakan teknologi tersebut untuk keperluan militer.

“Jadi universitas Jepang yang terlibat harus menangguhkan proyek tersebut dan segera meninjaunya untuk potensi risiko hak asasi manusia,” kata Kasai.

Diketahui, satelit milik Myanmar tersebut diluncurkan oleh NASA pada 20 Februari, sebagai bagian kecil dari muatan yang besar dan beragam untuk memasok ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) 400 km (250 mil) di atas bumi. Sejak itu disimpan oleh JAXA di dalam modul eksperimen Kibo Jepang. Astronot JAXA Soichi Noguchi adalah salah satu dari tujuh awak yang sekarang berada di stasiun luar angkasa.

Jepang memiliki hubungan dekat dengan Myanmar dan merupakan salah satu donor bantuan terbesarnya. Meski mengutuk kekerasan, tidak sekeras Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya yang telah menerapkan sanksi menentang kudeta tersebut.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.