Bagikan:

JAKARTA – Direktur Eksekutif PPI, Adi Prayitno mengusulkan agar pencabutan hak politik bagi para pelaku politik uang bisa diatur dalam undang-undang sebagai sanksi daripada melegalkan praktik politk uang baik di pemilu maupun pilkada.

Menurut dia, diakui atau tidak, meski dilarang praktik politik uang sangat telanjang terjadi dan jarang yang berhasil diungkap oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Karena itu, banyak pelaku politik uang yang terbebas dari sanksi.

“Lebih baik di undang-undang dirinci apa saja yang termasuk dalam praktik politik uang, termasuk mungkin pemberian barang juga bisa masuk definisi politik uang selama itu terkait dengan menarik dukungan atau suara,” ujar Adi, Minggu 19 Mei 2024.

“Nah, setelah itu bisa diatur sanksi yang memberikan efek jera, misalnya pencabutan hak politik bagi pelaku politik uang,” sambungnya.

Terkait usulan anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Hugua yang meminta legalisasi politik uang, Adi menyatakan bahwa usulan itu secara normatif tentu menyalahi aturan konstitusi. Namun, dengan melihat kenyataan di lapangan, praktik politik uang kerap dilakukan oleh peserta pemilu secara terang-terangan.

“Secara normatif usulan itu yang kurang elok sebenarnya karena dalam UU pemilu, politik uang dilarang dan sanksinya bisa pidana. Politik uang jelas merusak demokrasi. Pernyataan legalitas politik uang harus diletakkan dalam konteks bahwa politik uang itu percuma diatur jika realitasnya semuanya melakukan politik uang,” terangnnya.

Dia menegaskan bahwa sistem pemilu yang ada di Indonesia saat ini turut berkontribusi dalam menyuburkan budaya politik uang. “Rasa-rasanya sulit cari calon yang ikut pemilu yang tak pakai politik uang,” tutup Adi.