Bagikan:

BANJARMASIN - Majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak memvonis mantan Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif pidana enam tahun penjara dalam perkara korupsi berupa gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan,.

"Terdakwa juga didenda Rp300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan enam bulan," kata Jamser saat membacakan putusan dikutip ANTARA, Rabu, 11 Oktober.

Hakim juga menghukum terdakwa membayar uang pengganti Rp30.939.266.006 dengan ketentuan jika tidak dibayarkan selama satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap maka harta benda disita jaksa untuk dilelang menutupi uang pengganti.

Namun jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi maka dipidana penjara selama enam tahun.

Hakim menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) semuanya terbukti berupa Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kesatu.

Kemudian Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua.

Atas putusan itu, terdakwa yang mengikuti persidangan secara daring dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat menyatakan banding.

Sementara tim JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pikir-pikir.

Abdul Latif terjerat TPPU dalam kurun waktu 2016-2017 ketika menjabat sebagai Bupati HST periode 2016 hingga 2021.

Sebelumnya pada perkara awal kasus suap, dia divonis enam tahun penjara serta denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan serta dicabut hak politiknya selama tiga tahun karena terbukti menerima suap Rp3,6 miliar terkait pembangunan ruang perawatan di RSUD Damahuri Barabai.

Hukuman tersebut diperberat di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yaitu dihukum tujuh tahun penjara dan denda Rp300 subsider tiga bulan kurungan.

Pada tingkat kasasi, hukuman Abdul Latif ditambah dengan kewajiban membayar uang pengganti Rp1,8 miliar, sementara hukuman penjara, denda, dan pencabutan hak politik tetap seperti tingkat banding.