Bagikan:

JAKARTA - Berdasarkan penelitian dari Massachussets Of Public Health, kecanduan judi mulai dapat terjadi pada anak usia 10 tahun. Sehingga orang tua dan pengasuh anak perlu memahami risiko dan cara agar anak terhindar dari judi online sejak dini.

Peran orang tua menjadi sangat penting dalam mencegak maraknya perjudian online di kalangan remaja dan anak-anak. Namun sayang, orang tua justru seringkali dihadakan pada masalah gagap teknologi, meski banyak pula orang tua yang menjadikan gawai sebagai pengasuh kedua.

Maraknya judi online pada anak terindikasi berasal dari konten game streaming yang seringkali secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot. PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, dengan 2,1 juta diantaranya berasal dari masyarakat dengan profesi ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan dibawah Rp100 ribu.

Bagaimana strategi agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan tipuan, rayuan, dan iming-iming judi online? Karena itu, Kementerian Kominfo menyelenggarakan Obral Obrol liTerasi Digital, pada Jumat, 10 Mei 2024 yang mengangkat topik "Rangkul Anak, Cegah Judi Online Pada Anak."

Isu maraknya judi online yang meresap dalam kehidupan anak-anak menimbulkan keresahan. Karena itu, orang tua harus aware terhadap isu-isu di ruang digital, sehingga orang tua dapat menyampaikan komunikasi risiko penggunaan gawai pada anak dengan tepat, dan anak dapat memahami apa yang sedang mereka hadapi dengan respon yang baik, seperti apa keuntungan dan kerugiannya.

Menurut Diena Haryana selaku Dewan Pengarah Siberkreasi, Pegiat Literasi Digital & Founder Sejiwa, orang tua harus jeli melihat tingkah laku anak. Jika anak memiliki adiksi pada gawai dapat dilihat biasanya memiliki tingkah laku yang tidak biasa, seperti enggan belajar, tidak tertarik melakukan aktifitas di luar rumah, hingga merugikan secara finansial.

Karena itu, Diena menegaskan bahwa anak-anak perlu diajari membangun personal branding sejak dini, agar anak mengenal visi misi dalam hidupnya.

“Sehingga, anak-anak dapat memiliki personal branding yang baik, agar tidak menjadi sasaran komentar negatif di ruang digital,” ujar Diena.

Tak hanya itu, Diena juga menegaskan bahwa anak-anak yang terlibat dalam judi online justru akan menambah beban psikologis di masyarakat, karena pelaku judi menjadi bertambah.

Menurut Nurul Qomariah Selaku Psikolog, orang tua perlu selalu hadir dalam tumbuh kembang anak dengan melakukan observasi keterlibatan, karena anak menunjukkan apa yang ia butuhkan melalui perilakunya. Nurul menambahkan bahwa anak usia 10 tahun sedang memiliki adrenalin untuk belajar yang tinggi, maka tak heran jika tak terkontrol mereka bisa coba-coba melakukan kegiatan yang menimbulkan kecanduan dan terjebak pada hal-hal negatif.

Sehingga, anak-anak dapat tumbuh dengan sudut pandang negatif pada dirinya. Orang tua harus hadir secara utuh, dan tidak sekedar ada di samping anak-anak.

“Alangkah baiknya jika kita memberikan waktu untuk menceritakan apa yang menjadi kesukaannya. Karena kalau anak sudah trust sama kita sebagai orang tua maupun pengasuh maka ia akan mudah menceritakan apa-apa yang menjadi kesukaanya,” ungkap Nurul.

Ai Maryati Solihah Selaku Ketua KPAI, menyoroti adiksi judi online pada anak sudah menjadi masalah publik yang semakin mengkhawatirkan. Jika seorang anak sudah mengalami adiksi terhadap judi online, dukungan dari orang tua harus lebih optimal dalam proses pemulihan.

“Di sinilah kerap sekali judge maupun bahasa-bahasa diskriminasi, malah marah dan putus asa terhadap anak harus dihindari. Karena, penerimaan anak terhadap orang tua sangat penting,” ujar Ai Maryati.

Orang tua juga harus mencari upaya dari luar, seperti terhadap orang tua dan anak dari pemerintah daerah juga menjadi faktor penting dalam pemulihan anak dari perulaku negative seperti judi online. KPAI menemukan ekosistem negatif pada anak yang diakibatkan oleh penyalahgunaan teknologi dan media sosial, seperti keinginan anak untuk bunuh diri, anak berhadapan dengan hukum, hingga eksploitasi ekonomi.

“Orang tua adalah role model bagi anak, hingga harus memiliki kecakapan dan bijak dalam menggunakan teknologi,” imbuh Ai Maryati.

Orang tua pintu utama komunikasi dalam membangun kesepakatan-kesepakatan dengan anak dalam menggunakan gawai, agar anak tidak terpapar penyalahgunaan konten negative di jagad maya.