Bagikan:

JAKARTA – Sembilan saksi dihadirkan dalam sidang praperadilan penetapan tersangka pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun Panji Gumilang, Selasa 7 Mei. Saksi, yang terdiri empat saksi ahli dan lima saksi fakta, menilai penetapan tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri tidak sah.

Sembilan saksi itu dihadirkan oleh pihak Panji Gumilang, yakni saksi ahli TPPU Prof. (Asc.) Ahmad Sofian, SH., MA., ahli UU ITE Dr. Andi Widiatno Hummerson, SH., SKom., MH., ahli hukum pidana Dr. Ermania Widjajanti SH., MHum., dan ahli hukum perdata Dr. Subani, SH.,MH..

"Kesaksian para ahli tadi sudah mematahkan penetapan tersangka yang tidak sah," ujar kuasa hukum Panji Gumilang, Alvin Lim, dalam keterangan tertulis, Rabu 8 Mei.

"Ahli dengan jelas menyatakan seluruh proses penyelidikan, penyidikan serta penetapan tersangka itu dilakukan secara hukum formil," imbuhnya.

Menurut Alvin, penetapan tersangka Panji tak sah karena penyidik tak memberikan SPDP.

"Bahkan yang memberi keterangan pers harusnya Kabareskrim atau Kapolri. Ini malah Dir (Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim)," ucapnya.

Selain itu, Alvin menilai tak ada mens rea atau niat jahat dari Panji Gumilang untuk melakukan TPPU.

"Tidak ada mens rea, mereka mempermasalahkan akta tanah yang pakai nama pengurus dan disebutkan oleh ahli itu bukanlah pidana. Karena kalau pidana, orang mau ambil atau nyolong, dia nggak akan bilang ini bukan punya saya. Justru dia akan ambil dia jual. Dia akan mengakui itu punya dia. Jadi tidak adanya mens rea, pidana ini tidak ada. Nah itu yang tadi kami sudah buktikan di persidangan," sambung Alvin.

Ia pun menduga, ada kriminalisasi terhadap Panji. Sebab, penetapan tersangka dilakukan sebelum adanya alat bukti.

"Ini dia dijadikan tersangka November 2023. Alat buktinya, keterangan ahlinya baru diperiksa tanggal 2 April 2024, ketika kita prapid (gugat praperadilan). Mana ada dijadikan tersangka dulu, saksi belakangan," jelas dia.

Alvin meminta pengadilan membatalkan penetapan tersangka Panji. Sebab, menurutnya, selain bertentangan dengan hukum formil, juga demi memenuhi rasa keadilan. Apalagi ada para santri, ulama yang merupakan pengajar dan masyarakat sekitar, yang bergantung terhadap pengelolaan pesantren.

"Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai benteng terakhir keadilan harus bisa memberikan keadilan masyarakat. Kalau memang penetapan tersangkanya dilakukan dengan cara melawan hukum, dia harus berani membatalkan penetapan tersangka tersebut," papar Alvin.

"Uang ini untuk kepentingan masyarakat loh, santri-santri, ulama-ulama di pesantren. Mereka nggak mikirin ke sana," sambungnya.

Sidang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa 7 Mei. Sidang tersebut beragendakan mendengar keterangan saksi dari pihak Panji.