Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyoroti jaksa penuntut yang hanya menuntut Joko Tjandra hukuman pidana empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. 

ICW berpendapat tuntutan tersebut belum maksimal dan mengesampingkan peran Joko Tjandra sebagai penyuap aparat penegak hukum dalam pengurusan fatwa Mahkamah Agung.

"Tuntutan jaksa penuntut umum kepada Joko S Tjandra masih belum maksimal dan cenderung menafikan peran sentral terdakwa dalam kejahatan yang ia lakukan," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 5 Maret.

Dia menilai, jaksa penuntut umum sebenarnya sangat memungkinkan untuk menuntut Joko hingga lima tahun penjara dan denda Rp250 juta. Hal ini harusnya dilakukan karena Joko telah memberikan suap pada penegak hukum.

Selain itu, Joko juga sudah menjadi terpidana dalam kasus lainnya dan hal ini harusnya menjadi pemberat. Sehingga sudah sepatutnya JPU menghukumnya dengan tuntutan maksimal.

"Tak hanya itu, tindakan Joko S Tjandra yang telah mencoreng institusi penegak hukum dengan menyuap oknum Jaksa dan perwira tinggi Polri. Namun sepertinya hal itu luput dijadikan dasar pemberat tuntutan," tegasnya.

Kurnia juga menyinggung pemidanaan para pelaku pemberi suap selama ini tak memberikan hukuman ideal bagi pelaku. Hal ini, sambung Kurnia, tentunya tidak layak dengan tindakan yang dilakukan oleh Joko Tjandra yang menurutnya sebaiknya diberikan hukuman penjara seumur hidup.

Sehingga, Kurnia meminta hakim yang mengambil keputusan bisa mengesampingkan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa dan menghukum Joko secara maksimal sesuai perbuatannya. "Lalu, terkait pengembangan perkaranya, ICW mendesak agar KPK melakukan penyelidikan untuk mendalami peran pihak-pihak lain yang terlibat dalam perkara Joko S Tjandra," ungkapnya.

"Sampai saat ini, ICW masih meyakini ada beberapa orang yang tergabung dalam klaster politik, penegak hukum, dan swasta yang belum dijerat oleh penegak hukum," imbuh pegiat antikorupsi ini.

Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Joko Tjandra dengan hukuman penjara selama empat tahun. Selain itu, Joko Tjandra juga dituntut membayar denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Tuntutan ini diajukan terhadap perkara suap yang menjeratnya yaitu terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung dan perkara penghapusan red notice.

Selain itu, jaksa penuntut juga meminta hakim menolak pengajuan justice collaborator yang diajukan oleh Joko. Alasannya, pengajuan ini harus ditolak sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 4/2011 tanggal 10 Agustus 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Joko Tjandra sudah memberi uang sebesar 500 ribu dolar Amerika Serikat (AS) terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma, dan Andi Irfan Jaya.

Uang itu diberikan sebagai uang muka untuk rencana mengurus hukum yang dihadapinya berupa fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.

Sementara dalam perkara penghapusan red notice, Joko Tjandra diyakini bersalah karena memberikan uang ke Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Untuk Brigjen Prasetijo diberikan uang sebesar 100 ribu dolar AS. Sedangkan, Irjen Napoleon diberikan 200 ribu dan 370 ribu dolar AS. Pemberian uang itu dilakukan melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi. Berdasarkan fakta tersebut, Joko Tjandra dinyatakan pelaku utama sebagai pemberi suap.