ICW: Hukuman Joko Tjandra Harusnya Seumur Hidup
Joko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Joko Tjandra. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai hukuman yang diketok di Pengadilan Tipikor masih menjadi problema.

Sebab, pasal yang menyoal tentang pemberi suap hanya dapat diganjar hukuman maksimal lima tahun penjara. 

"Padahal, model kejahatan yang dilakukan oleh Joko S Tjandra layak untuk dijatuhi vonis seumur hidup," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Senin, 5 April.

Apalagi, Joko Tjandra pernah melarikan diri dari proses hukum dan kemudian dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap penegak hukum mulai dari Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, hingga Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte. 

Tak hanya itu, tindakan Joko Tjandra dengan mudahnya memasuki wilayah Indonesia untuk mengurus pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) ke pengadilan telah meruntuhkan wajah penegakan hukum Indonesia. Sehingga, berkaca dari hal ini, lanjut Kurnia, ICW mengusulkan agar pembentuk UU segera merevisi UU Tipikor. 

Misalnya, memasukkan pidana penjara maksimal seumur hidup. Sehingga ke depan, jika ada pihak yang melakukan perbuatan sama seperti Joko S Tjandra, dapat dipenjara dengan hukuman maksimal.

"Setidaknya untuk mengakomodir pasal pemberi suap kepada penegak hukum agar diatur secara khusus," ungkapnya.  

ICW juga mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak hanya diam dan menonton penanganan perkara ini. Sebab, ICW juga curiga terhadap surat perintah supervisi yang diterbitkan oleh KPK sepertinya hanya sekadar formalitas belaka. 

"Sebab, sampai saat ini praktis tidak ada hal konkret yang dilakukan KPK terhadap perkara Joko S Tjandra," tegas Kurnia. 

Tak hanya itu, pegiat antikorupsi ini juga menuntut KPK lebih jauh untuk menyelidiki dan menyidik pihak-pihak lain yang belum diusut oleh Kejaksaan atau Kepolisian. Misalnya, menelisik siapa pihak yang berada di balik Pinangki Sirna Malasari sehingga bisa bertemu dan menawarkan bantuan kepada Joko Tjandra. 

"Hal itu penting, sebab, sampai saat ini ICW masih meyakini masih ada oknum-oknum lain yang belum tersentuh oleh Kejaksaan maupun Kepolisian," pungkasnya.