Bermula Rekomendasi Komnas HAM, Berujung SP3 Kasus Penembakan Laskar FPI dan 3 Polisi Jadi Terjerat
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Perkara tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) semakin terang. Polri akhirnya memutuskan dua kebijakan dalam penanganan perkara tersebut berdasarkan rekomendasi dari Komnas HAM.

Dari rekomendasi itu, pertama Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menetapkan enam laskar FPI tersebut sebagai tersangka.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian mengatakan penetapan tersangka itu berdasarkan hasil penyelidikan, penyidikan, dan barang bukti. Keenamnya disangkaan pasal 170 KUHP. Tapi, keenam laskar FPI itu telah meninggal dunia. 

"Iya jadi tersangka 6 orang itu (laskar FPI)," kata Brigjen Andi.

Dia mengatakan, penetapan tersangka ini sudah sesuai proses penyidikan soal perkara penyerangan kepada anggota Polri.

"Kenapa bisa (meski pelaku sudah meninggal)? Iya, bisalah. Kan jadi tersangka dulu baru nanti pengadilan yang putuskan gimana ke depan," kata dia.

Namun tak lama berselang, Kadiv Humas Irjen Argo Yuwono menyatakan, polri menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) untuk kasus itu dengan alasan para tersangka sudah meinggal, statusnya pun tak berlaku demi hukum

"Kasus penyerangan di Tol Jakarta-Cikampek dihentikan. Dengan begitu, penyidikan serta status tersangka sudah gugur," ucap Argo.

Penghentian perkara ini, kata Argo, merujuk pada Pasal 109 KUHAP. Pasal itu berisi soal penghentian penyidikan karena tersangka sudah meninggal dunia.

Berikutnya yang kedua, Bareskrim menetapkan tiga orang tersangka untuk perkara unlawful killing. Penetapan status ini berdasarkan Laporan Polisi (LP) model A.

Laporan tipe A merupakan aduan yang dibuat oleh internal kepolisian. Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, ada dua jenis laporan, yaitu tipe A dan B.

"3 orang (anggota Polda Metro). Kalau di unlawful killing itu artiya adalah anggota Polri yang membawa 4 orang (laskar FPI)," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian.

LP dalam perkara unlawful killing ini, kata Andi, telah dibuat pada pekan lalu. 

"Sudah, LP nya sudah. Minggu lalu (dibuat)," kata dia.

Dengan dasar LP tersebut, penyelidik akan mencari bukti permulaan dalam kasus tersebut. 

"Kita lakukan penyidikan dulu untuk temukan bukti permulaan. kan permulaan dulu baru bisa ditentukan naik sidik,” sambung Andi Rian.

Ketiga anggota Polda Metro Jaya itu disangkakan dengan pasal pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian. "(Menggunakan) Pasal 338 jouncto 351 ayat (3) KUHP," ucap Brigjen Andi Rian.

Sebagai infromasi, Pasal 338 KUHP berbunyi 'barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun'.

Sementara, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan di mana pada ayat (3) berbunyi 'jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun'.

Hingga saat ini, penanganan perkara dugaan unlawful killing masih berjalan. Bareskrim Polri masih mencari bunti dan informasi baru untuk menetapkan ketiga terlapor sebagai tersangka.