Laskar FPI Pilih Pepet Mobil Polisi Harusnya Dilihat Komnas HAM, Pengamat: Biar Rekomendasi Tak Sekedar Penuhi Pesanan
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menunjukkan pistol milik laskar khusus FPI pengawal Rizieq Shihab (Rizky Adytia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Kepolisian Irjen (Purn) Sisno Adiwinoto angkat bicara soal kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam penembakan 6 laskar khusus Front Pembela Islam (FPI). 

Menurutnya, Komnas HAM gagal fokus dan salah dalam memberikan penilaian. 

Ada beberapa poin yang bisa digunakan untuk mendukung argumentasi ini. Pertama, kata  Sisno Adiwinoto, soal aksi laskar FPI yang memilih menunggu polisi, padahal punya kesempatan untuk menghindar. 

Akibatnya, aksi saling pepet kendaraan dan baku tembak tak bisa dihindarkan. Apabila tidak terjadi baku tembak di tol Cikampek KM 50, Sisno Adiwinoto menilai, justru seluruh petugas polisi yang bertugas akan dibantai.

Situasi ini harusnya menjadi pertimbangan Komnas HAM, agar rekomendasi yang disusun tak sekedar memenuhi pesanan atau menyenangkan para penggembira.

Lebih lanjut, sudut pandang Komnas HAM semestinya bersifat normatif, berbeda dengan anggota kepolisian yang bersifat taktis sesuai undang-undang. 

Penilaian Komnas HAM disebutnya sudah masuk terlalu jauh di wilayah kompetensi absolut kewenangan kepolisian sebagai alat negara ketika sedang menjalankan tugas

"Komnas HAM seharusnya menyelidiki kasus insiden tewasnya laskar FPI berpedoman pada UU 39/1999 dan kualifikasi hasilnya hanya bersifat rekomendasi," ujar Sisno Adiwinoto dilansir Antara, Minggu, 10 Januari. 

Selanjutnya adalah konstruksi kasus yang harus dilihat secara keseluruhan. Kata Sisno Adiwinoto, Komnas HAM hanya memotret insiden terbunuhnya enam laskar padahal, insiden tersebut merupakan rangakain peristiwa yang terjadi dalam kasus induknya, yaitu pelanggaran hukum Rizieq Shihab. 

Sebelumnya Komnas HAM menyampaikan laporan hasil penyelidikan kematian laskar FPI di jalan tol Jakarta-Cikampek dan menemukan kematian enam laskar FPI dalam dua konteks.

Konteks pertama, dua laskar FPI meninggal karena terlibat dalam peristiwa saling serempet dan baku tembak dengan aparat kepolisian.

Sementara konteks kedua, empat laskar FPI yang masih hidup dibawa oleh aparat kepolisian dan diduga ditembak di dalam mobil dalam perjalanan menuju Markas Polda Metro Jaya. Atas tindakan kepada empat laskar itu, Komnas HAM menilai terjadi pelanggaran HAM.