Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut praperadilan yang diajukan Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hanya menguji keabsahan syarat formil.

Penyidikan penerimaan suap dan gratifikasi yang menjerat eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) tersebut bakal dilanjutkan.

“Substansi materi penyidikan perkara tersebut sama sekali belum pernah diuji di Pengadilan Tipikor dan praperadilan beberapa waktu lalu hanya menguji keabsahan syarat formil saja,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 5 April.

Ali memastikan komisi antirasuah akan segera menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik). Keputusan diambil setelah adanya gelar perkara.

Hanya saja, Ali tak memerinci kapan kegiatan itu dilaksanakan. “Beberapa waktu gelar perkara sudah dilakukan dan forum sepakat untuk diterbitkan surat perintah penyidikan baru dengan segera,” tegasnya.

Adapun surat perintah ini diterbitkan karena putusan praperadilan sudah menggugurkan status tersangka Eddy. “Kami pastikan KPK lanjutkan penyidikan perkara dugaan korupsi di Kemenkumham dimaksud,” ujar Ali.

“Kami memahami harapan dan masukan kritik masyarakat terkait penyelesaian perkara tersebut,” sambung juru bicara berlatar jaksa itu.

Diberitakan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak komisi antirasuah segera mengumumkan tindak lanjut penanganan kasus suap yang menjerat Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiarij. Permintaan ini dilakukan setelah bekas wakil menteri itu jadi saksi ahli di sidang sengketa hasil Pilpres 2024.

“ICW mendesak KPK untuk segera mengumumkan tindak lanjut dari penanganan perkara yang diduga menjerat Eddy dan segera menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka dugaan penerimaan suap dan gratifikasi,” kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 4 April.

Eddy bersama dua anak buahnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dugaan suap dan gratifikasi. Ia diduga menerima uang dari Helmut Hermawan yang merupakan bos PT Citra Lampia Mandiri (CLM) hingga Rp8 miliar.

Helmut diduga memberi uang terkait pengurusan administrasi di Kementerian Hukum dan HAM, dan janji pemberian SP3 kasus di Bareskrim. Hanya saja, belakangan PN Jakarta Selatan membatalkan status hukum Eddy setelah dia mengajukan praperadilan.