KPK akan Gunakan SP3, DPR: Harus Evaluasi Kasus yang Berlarut-Larut
Ilustrasi (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) nampaknya segera menggunakan kewenangan baru yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2019. 

Lembaga antirasuah itu mengungkapkan kemungkinan adanya kasus yang bakal dihentikan. Dengan kata lain, KPK akan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari mengatakan, kewenangan itu merupakan perintah UU sebelum adanya revisi UU KPK. Dimana sebelumnya, KPK tidak memiliki kewenangan meng-SP3.

Akibatnya, banyak yang memiliki status  tersangka selama bertahun-tahun tanpa penjelasan kasusnya, apakah akan dilimpahkan atau masih terus berlanjut dengan status tersangka.

"Ini yang berdasarkan tidak mendapatkan kepastian hukum. Ketika mendapatkan status sebagai tersangka dia terus tersandera. Ini harus ada batas waktunya," ujar Taufik dihubungi VOI, Rabu, 3 Maret.

Karena itu, politisi NasDem itu mengimbau agar kasus-kasus yang telah melewati masa dua tahun dengan pelaku berstatus tersangka untuk kemudian ditinjau dilakukan SP3, apabila memang tidak ditemukan bukti-bukti. 

"Nah hal ini juga akan memacu aparat penegak hukum dalam hal ini KPK, untuk mereka bisa bekerja dengan profesional dengan ukuran waktu tertentu. Jadi misalnya, kalau sudah menetapkan tersangka ya berarti jangan lebih dari dua tahun ya semua bukti harus sudah dikumpulkan. Sudah lengkap agar bisa segara dilimpahkan. Jadi tidak ada masalah karena itu sudah berdasarkan hukum dan UU," jelas Taufik.

 

Taufik menilai, kasus yang sudah berjalan lebih dari dua tahun memang sudah seharusnya dievaluasi. Begitupula jika kasusnya sudah ditemukan cukup bukti makan KPK harus segera menaikkannya ke tahap penuntutan agar tidak berlarut. 

"Apakah memang perjalanan dua tahun ini karena ketidakmampuan untuk melengkapi bukti atau karena tidak kuatnya penetapan tersangka waktu itu. Atau justru ini ketika dievaluasi kasus yang lebih dua tahun ini harus dipercepat. Jadi jangan dilupakan. Tidak ada upaya pembuktian, jangan tidak ada penetapan tersangka kemudian dilupakan," jelas legislator dapil Lampung itu.

Anggota Baleg DPR itu menuturkan, masyarakat menginginkan agar penanganan perkara tidak lama dan berlarut larut. Karenanya KPK juga harus bergerak cepat dalam mengevaluasi dan menangani sebuah kasus.

"Kita lihat nanti dari daftar evaluasi yang dilakukan oleh KPK, apakah mungkin ada yang akhirnya terkatung-katung kemudian ada progres dengan peningkatan status menjadi penuntutan. Ataukah memang dari hasil evaluasi menunjukkan kasus tersebut tidak cukup bukti atau tidak mampu dikumpulkan bukti untuk dibawa ke tahap selanjutnya," papar Taufik.

 Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut SP3 terhadap sejumlah kasus akan dikeluarkan. Namun dirinya enggan menyebut secara gamblang kasus yang dimaksud.

"Kemungkinan ada (kasus yang di-SP3) karena setelah kami petakan ada beberapa case yang masih ingat ketika ditetapkan tersangka di tahun 2016 sampai sekarang belum naik juga. Apa alasannya, nanti kita akan minta disisir. Perkara apa, hambatannya bagaiman, dan apakah dimungkinkan dilanjutkan atau tidak," ujar Alexander kepada wartawan, Rabu, 3 Maret.

Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara yang tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.

Secara normatif KPK akan menyampaikan secara terbuka kepada publik perihal penghentian penyidikan atau penuntutan suatu kasus.

Penghentian penyidikan dan penuntutan pun dapat dicabut oleh pimpinan KPK apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan, atau berdasarkan putusan praperadilan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.