Bagikan:

JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bakal menggelar sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan atau penerimaan gratifikasi senilai Rp44 miliar dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo atau SYL, hari ini.

Pada persidangan nanti, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menjawab nota keberatan atau eksepsi yang diajukan SYL.

"Tanggapan (jaksa) atas eksepsi penasihat hukum terdakwa," tulis Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 20 Maret.

Dalam eksepsi, Syahrul Yasin Limpo atau SYL meminta majelis hakim untuk membebaskannya dari tahanan. Permintaan itu disampaikan melalui penasihat hukumnya.

"Kami memohon kehadapan Majelis Hakim yang mengadili perkara ini, kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan sela yang sekaligus pula sebagai putusan akhir, memerintahkan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan," ujar penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen, Rabu, 13 Maret.

Permintaan itu karena kubu SYL menilai dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) tidak cermat bahkan kabur. Sehingga, majelis hakim mesti menyatakan dakwaan itu batal demi hukum.

"Terdapat proses hukum yang tidak benar serta bertentangan dengan hukum acara pidana, ditambah lagi dengan surat dakwaan penuntut umum yang dibuat dengan tidak cermat, tidak jelas atau kabur dan tidak lengkap," sebutnya.

Di sisi lain, Djamaludin menyinggung soal kliennya yang telah mengabdi untuk negara. Mulai dari Lurah, Camat, Bupati, Gubernur hingga Menteri Pertanian pernah dijabat SYL.

Bahkan, kliennya itu disebut telah menerima berbagai penghargaan, salah satunya penghargaan Pengelolaan LHKPN Terbaik dari KPK periode 2019.

"Ratusan penghargaan dan tanda jasa telah diberikan negara kepadanya sebagai penghargaan kepada beliau," sebutnya.

"Termasuk pula penghargaan dari institusi KPK yang sekarang menuntutnya," sambung Djamaludin.

Dalam kasus ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melakukan pemerasan dengan cara menarik iuran kepada para pejabat eselon satu di Kementerian Pertanian sejak 2020 hingga 2023. Totalnya mencapai Rp44,5 miliar.

Penarikan iuran itu tak langsung dilakukan SYL kepada para pejabat eselon Kementan. Pengutipan uang dilakukan melalui orang-orang kepercayaannya.

"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan di Kementerian Pertanian yang harus diberikan kepada terdakwa," sebut jaksa.

Tak hanya pemerasan terhadap para, SYL juga didakwa penerimaan gratifikasi senilai Rp40,6 miliar.

"Terdakwa menerima uang dan pembayaran keperluan pribadi dan keluarga terdakwa sejumlah total Rp40.647.444.494," ucap jaksa.

Nilai penerimaan gratifikasi itu merupakan uang yang telah digunakan SYL untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.

Dalam kasus ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.