SYL Batal Bacakan Nota Keberatan Soal Dakwaan Pemerasan Rp44,5 Miliar dan Terima Gratifikasi Rp40,6 Miliar
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Rizky AP/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo atau SYL, batal membacakan nota keberatan atau eksepsi. Sebab, majelis hakim memutuskan menunda persidangan hari ini.

Hakim Anggota, Fahzal Hendri menyebut alasan di balik penundaan sidang tersebut dikarenakan Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh dirawat di rumah sakit.

"Tapi oleh karena ini ketua majelisnya pak Rianto Adam Pontoh sakit, sekarang lagi terkapar di rumah sakit, lagi dirawat," ujar Fahzal dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret.

Dengan alasan itu, persidangan ditunda hingga 13 Maret. Nantinya, SYL dan dua terdakwa lainnya yakni, Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta, akan membacakan eksepsi.

"Jadi, untuk sidang ini, saya kan sebagai hakim anggota 1, jadi kami bersepakat untuk menunda sidang ini, menunda sidang ini untuk minggu depan untuk pembacaan keberatan atau eksepsi dari para terdakwa dan penasihat hukumnya," kata Fahzal.

Dalam persidangan sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan dengan cara menarik iuran kepada para pejabat eselon satu di Kementerian Pertanian sejak 2020 hingga 2023. Totalnya mencapai Rp44,5 miliar.

Penarikan iuran itu tak langsung dilakukan SYL kepada para pejabat eselon Kementan. Pengutipan uang dilakukan melalui orang-orang kepercayaannya.

"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan di Kementerian Pertanian yang harus diberikan kepada terdakwa," sebut jaksa.

Tak hanya pemerasan terhadap para, SYL juga didakwa penerimaan gratifikasi senilai Rp40,6 miliar.

"Terdakwa menerima uang dan pembayaran keperluan pribadi dan keluarga terdakwa sejumlah total Rp40.647.444.494," ucap jaksa.

Nilai penerimaan gratifikasi itu merupakan uang yang telah digunakan SYL untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.

Dalam kasus ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.