JAKARTA - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak permohonan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk membatalkan rencana serangan darat ke Rafah, tempat perlindungan terakhir di Gaza bagi lebih dari satu juta pengungsi, namun diyakini Israel menjadi tempat bersembunyi militan Hamas.
PM Netanyahu mengatakan kepada anggota parlemen pada Hari Selasa, dia telah menyatakan dengan "sangat jelas" kepada Presiden AS, "bahwa kami bertekad untuk menyelesaikan pemusnahan batalyon-batalyon ini di Rafah, dan tidak ada cara untuk melakukan itu kecuali dengan turun ke lapangan", melansir Reuters 20 Maret.
Kedua pemimpin berbicara melalui telepon pada Hari Senin. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, Washington percaya penyerbuan Rafah akan menjadi sebuah "kesalahan" dan Israel dapat mencapai tujuan militernya dengan cara lain.
Para pejabat AS dan Israel kemungkinan akan bertemu awal pekan depan di Washington untuk membahas operasi militer Israel di Rafah, kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre pada Hari Selasa, mengutip kekhawatiran mendalam tentang laporan kelaparan yang akan segera terjadi di Gaza.
Jean-Pierre mengatakan, Presiden Biden telah meminta PM Netanyahu untuk mengirim tim senior yang terdiri dari pejabat militer, intelijen dan kemanusiaan ke Washington untuk diskusi komprehensif dalam beberapa hari mendatang.
BACA JUGA:
Washington sendiri telah meluncurkan dorongan diplomatik baru untuk gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung hampir enam bulan untuk membebaskan sandera dan memberikan bantuan pangan guna menangkal kelaparan di daerah kantong Palestina.
Belakangan, Menteri Luar Negeri Antony Blinken kembali melakukan perjalanan ke Timur Tengah, di mana ia akan bertemu dengan para pemimpin senior Mesir dan Arab Saudi untuk "membahas arsitektur yang tepat untuk perdamaian abadi".