JAKARTA - Pasukan Israel melanjutkan "operasi presisi" di Rumah Sakit Al-Shifa Gaza "untuk menggagalkan terorisme" kata Israel Defense Forces (IDF) dan Israel Security Agency yang dikenal sebagai Shin Bet (ISA).
"Sejauh ini, pasukan telah membunuh lebih dari 50 teroris dan menangkap sekitar 180 tersangka," menurut pernyataan gabungan IDF dan ISA, melansir CNN 19 Maret.
"Tentara melenyapkan teroris dalam pertempuran jarak dekat dan menempatkan senjata di daerah tersebut, sambil menghindari bahaya terhadap warga sipil, staf medis dan peralatan medis," lanjut pernyataan itu.
Terpisah, seorang mahasiswa kedokteran tahun kelima Ezz El-Din Lulu yang terjebak di dalam Al-Shifa, menyerukan "intervensi segera sebelum rumah sakit berubah menjadi kuburan massal."
"Siapa pun yang bergerak di halaman rumah sakit akan menjadi sasaran penembak jitu," kata Lulu dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya.
"Kami tidak bisa keluar untuk merawat korban luka atau bahkan berpindah-pindah," tandasnya.
Beberapa keluarga yang keluar(rumah) menjadi sasaran dan menjadi martir," tambahnya.
Lulu mengatakan bahwa rumah sakit kehabisan makanan, air dan listrik.
"Mereka benar-benar telah memutus hubungan kami dengan segalanya," katanya.
Terpisah, dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Hari Selasa, Hamas mengutuk operasi Israel di rumah sakit dan “rumah warga sipil” di daerah sekitarnya yang menewaskan “puluhan” orang.
Sebelumnya, pasukan khusus, yang didukung oleh infanteri dan tank, melakukan "operasi tepat" berdasarkan intelijen, bahwa rumah sakit tersebut kembali digunakan oleh para pemimpin Hamas, dan ditembaki ketika mereka memasuki kompleks tersebut, kata militer, pada Hari Senin, dikutip dari Reuters.
BACA JUGA:
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Hari Senin menyuarakan keprihatinannya terhadap serangan militer Israel ke Rumah Sakit Al Shifa di Gaza utara.
"Rumah sakit tidak boleh menjadi medan pertempuran. Kami sangat khawatir dengan situasi di Rumah Sakit Al Shifa di Gaza utara, yang membahayakan para petugas kesehatan, pasien dan warga sipil," kata Tedros Adhanom Ghebreyesus di platform media sosial X.
Menurut Ghebreyesus, rumah sakit tersebut baru saja berhasil memulihkan "layanan kesehatan minimal", memperingatkan pertempuran di sana atau "militerisasi fasilitas tersebut membahayakan layanan kesehatan, akses untuk ambulans dan pengiriman pasokan penyelamat nyawa."