JAKARTA - Kremlin mengomentari kunjungan Sekjen Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg ke wilayah Kaukasus Selatan, mengatakan upaya blok tersebut untuk memperluas kehadirannya di wilayah tersebut tidak mungkin membantu mewujudkan stabilitas.
Stoltenberg pada Hari Selasa mengakhiri kunjungan tiga hari di mana ia mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Azerbaijan, Georgia dan Armenia, yang semuanya sebelumnya diperintah dari Moskow sebagai bagian dari Uni Soviet.
Dalam percakapan telepon dengan wartawan, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan: "Upaya NATO untuk memperluas pengaruh dan kehadirannya (di Kaukasus Selatan) sepertinya tidak akan menambah stabilitas," dikutip dari Reuters 20 Maret.
Peskov mengatakan, Kremlin memantau dengan cermat kunjungan Stoltenberg, namun "kontak semacam itu adalah hak kedaulatan negara-negara Kaukasia."
Meskipun Rusia secara tradisional merupakan kekuatan dominan di Kaukasus Selatan, Rusia kini bersaing untuk mendapatkan pengaruh dengan pemain lain, termasuk Turki, Iran, dan Barat.
Georgia, yang wilayahnya yang memisahkan diri di Ossetia Selatan dan Abkhazia dijaga oleh pasukan Rusia, telah lama menyatakan niatnya untuk menjadi anggota NATO, sementara Azerbaijan memiliki hubungan yang erat dengan anggota NATO, Turki.
Sedangkan Armenia, yang sampai saat ini merupakan sekutu terdekat Rusia di Kaukasus Selatan, telah mengalami hubungan buruk dengan Moskow dalam beberapa tahun terakhir, karena apa yang dilihat Yerevan sebagai kegagalan Rusia untuk mempertahankan negaranya dari negara tetangganya, Azerbaijan.
BACA JUGA:
Meskipun Armenia tetap menjadi sekutu perjanjian Rusia, Armenia berulang kali mengatakan mereka tidak mendukung perang Moskow di Ukraina dan telah mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Kyiv, sehingga memicu kemarahan Rusia.
Di Yerevan pada Hari Selasa, Stoltenberg memuji Perdana Menteri Nikol Pashinyan yang pro-Barat atas “solidaritasnya” dengan Ukraina.