JAKARTA - Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur, AKP Sri Yatmini menyebut hasil penyelidikan terhadap 5 orang pembantu rumah tangga (PRT) yang diduga dianiaya majikan di kawasan Jatinegara, tidak ditemukan tanda kekerasan.
"Tidak ada kekerasan. Yang bilang disetrika itu tidak ada," kata Kanit PPA Polres Metro Jakarta Timur, AKP Sri Yatmini kepada VOI, Rabu, 13 Maret.
Dalam kasus tersebut, kelima orang korban PRT hanya mendapatkan kekerasan verbal dari pelaku.
"Cuma dia ada verbal seperti dimarah-marahi. Kalau kerja tidak benar dimarahi, itu saja sih. Mungkin dari kamar mandi, kakinya masih basah-basah dia jalan kan gitu. Gitu-gitu sih," ujarnya.
Kelima korban, sambung AKP Sri, termasuk dalam kategori korban eksploitasi anak. Terkait laporannya yang mengaku mendapat kekerasan fisik dari majikannya, belum dapat dibuktikan.
"Itu eksploitasi. Kami proses pun, ini pun kami hati-hati. Tidak ada kekerasan. (pelaku) Masih proses penyelidikan," katanya.
Sebelumnya, lima orang pembantu rumah tangga (ART) asal Brebes, Jawa Barat, mengaku menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh majikannya di Jalan Jatinegara Timur II, RW 02, Rawa Bunga, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
BACA JUGA:
V (39) saksi mata kejadian mengatakan, pertama kali dirinya mengetahui ada kejadian penganiayaan itu berawal saat kelima korban melarikan diri dari rumah tempat mereka bekerja. Kelima ART itu kabur karena tak tahan atas penyiksaan majikannya pada Senin kemarin, 12 Februari.
"Teman saya membangunkan saya, katanya di sebelah ada kejadian dan sudah ramai warga di lokasi. Pas saya cek ada lima perempuan, posisinya berbeda-beda, ada yang masih tersangkut di atas pagar, ada di genteng, dan ada yang sudah di bawah terluka," kata Vina kepada wartawan, Selasa, 13 Februari.
Rumah tersebut memiliki pagar setinggi 2 meter yang dilengkapi kawat berduri dan adanya pecahan kaca. Dua korban yang terluka karena terkena kawat berduri dan pecahan kaca saat memanjat pagar.
Kemudian warga sempat membawa kedua korban ke klinik untuk mendapatkan perawatan. Korban mengalami luka di bagian tangan, kaki dan kepala.
"Tiga perempuan yang lainnya pas turun itu saya tanya Neng kenapa. Kata dia 'Saya kerja, mau kabur. Di dalam ada penyiksaan' begitu," ucapnya.
Penyiksaan yang dimaksud korban adalah dengan memukul kepala sendiri yang diperintahkan oleh sang majikan. Terlebih, penganiayaan itu sudah berlangsung lama.
"Salah satunya ada yang disuruh pukul kepalanya sendiri kalau sudah bunyi baru boleh berhenti. Mereka ada yang kerja (selama) dua bulan, satu bulan, tiga hari," katanya.