AS hingga Arab Saudi Kritik Persetujuan Pembangunan Ribuan Rumah Baru di Tepi Barat Sebagai Tindakan Ilegal
Pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat. (Wikimedia Commons/Trocaire)

Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat, Jerman hingga Arab Saudi mengkritik persetujuan Pemerintah Israel untuk pembangunan ribuan rumah baru bagi pemukim Israel di Tepi Barat pada Hari Rabu.

"Permukiman terus menjadi penghalang perdamaian. Permukiman tetap tidak sejalan dengan hukum internasional," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller, dikutip dari The Times of Israel 7 Maret.

Pernyataan Miller mengulangi sikap yang pertama kali disuarakan bulan lalu oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, ketika Israel mengumumkan niatnya untuk memajukan rencana ribuan rumah pemukiman baru.

Dalam mengkarakterisasi permukiman sebagai hal yang tidak konsisten dengan hukum internasional, Menlu Blinken memulihkan kebijakan bersejarah AS mengenai masalah ini dan menolak sikap yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya.

"Permukiman ini tidak hanya merugikan rakyat Palestina, namun pada akhirnya melemahkan keamanan Israel dan melemahkan prospek perjanjian abadi yang akan memberikan perdamaian dan keamanan nyata bagi rakyat Israel," terang Miller.

Kecaman terhadap persetujuan pembangunan sekitar 3.500 rumah baru untuk pemukim Israel di Tepi Barat juga dikritisi Arab Saudi.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menggambarkan tindakan tersebut sebagai upaya untuk "meYahudikan sebagian besar Tepi Barat, termasuk Yerusalem, yang bertentangan dengan semua resolusi internasional, hukum hak asasi manusia internasional dan Piagam PBB, serta bertentangan dengan upaya untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut".

Kerajaan Arab Saudi juga menegaskan kembali seruannya, untuk solusi dua negara seperti sebelum tahun 1967.

Diketahui, Badan Kementerian Pertahanan yang mengesahkan pembatasan pemukiman mengajukan rencana untuk membangun 3.426 rumah baru di Tepi Barat. Setelah jeda selama berbulan-bulan dalam persetujuan pembangunan di Tepi Barat, proyek untuk membangun 2.402 rumah baru di Ma’ale Adumim, 694 rumah di Efrat dan 330 rumah di Keidar diajukan oleh Subkomite Perencanaan Tinggi Administrasi Sipil, kata Menteri Permukiman Orit Strock.

Proyek di Ma’ale Adumim dan Kedar telah disetujui melalui tahap perencanaan awal yang disebut deposit, sedangkan rumah di Efrat menerima persetujuan perencanaan yang lebih final sebelum konstruksi.

Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang berada di bawah naungan subkomite tersebut, telah menyusun perluasan terbaru pada tanggal 22 Februari, dan menyebutnya sebagai "respons Zionis yang tepat" terhadap serangan teror di luar Ma'ale Adumim pada hari itu, yang menewaskan satu orang dan melukai 11 lainnya.

"Musuh mencoba untuk menyakiti dan melemahkan kami, namun kami akan terus membangun dan dibangun di negeri ini," tulis Smotrich di X pada Hari Rabu, mengumumkan keberhasilan upayanya.

Smotrich mengatakan dalam pengumumannya pada Hari Rabu, rekor 18.515 rumah telah disetujui di Tepi Barat selama empat belas bulan terakhir sejak pemerintah sayap kanan mengambil alih kekuasaan.

Terpisah, mayoritas komunitas internasional, termasuk masyarakat Palestina, menganggap pembangunan permukiman ilegal atau tidak sah dan merupakan hambatan bagi solusi dua negara. Lebih dari 500.000 warga Israel kini tinggal di Tepi Barat, yang direbut oleh Israel pada tahun 1967 dan dicari oleh Palestina untuk dijadikan negara masa depan.

Selai Arab Saudi dan Amerika Serikat, Jerman juga meminta Israel mencabut persetujuan tersebut, dengan Kementerian Luar Negeri mengatakan pembangunan permukiman di wilayah Palestina merupakan pelanggaran serius hukum internasional.

"Kami mengutuk keras persetujuan unit pemukiman lebih lanjut di Tepi Barat," tambah Berlin.

Kecaman keras dari persetujuan itu juga dapat dari Otoritas Palestina, Hamas dan Yordania.

Juru bicara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyebut berita tersebut sebagai "tamparan di wajah" bagi negara-negara yang “menyerukan diakhirinya aktivitas pemukiman.”

Sedangkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan perluasan permukiman baru "bertujuan untuk mengubah situasi sejarah dan hukum yang ada di wilayah pendudukan Palestina."

Sedangkan kelompok Hamas mengatakan tindakan tersebut tidak lain hanyalah sebuah pesan pembangkangan dan kecerobohan dari pemerintah Zionis yang dipimpin oleh penjahat perang."