Bagikan:

JAKARTA - Eks Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi disebut menggunakan kode 'Garuda' saat memeras Anang Achmad Latif sebesar Rp40 miliar.

Penggunaan kode dalam aksi pemerasan itu berawal saat terdakwa Achsanul Qosasi memanggil Anang Achmad Latif yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo untuk datang ke kantonya, pada pertengahan Juni 2022.

Dalam pertemuan itu, terdakwa mempertanyakan Anang Achmad Latif perihal draft laporan hasil pemeriksaan atau LHP dari BPK.

Lantas Anang Achmad Latif meyebut telah menbaca dan menyatakan LHP itu sangat memberatkannya. Merespon hal itu, terdakwa seolah mengancam dengan menyebut masih ada laporan lainnya.

"Mendengar itu Anang Achmad Latif hanya terdiam, kemudian terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan 'tolong siapakan Rp40 miliar'," ucap jaksa menurikan perkataan Achsanul Qosasi saat itu.

Terdakwa juga menyodorkan kertas yang bertuliskan nama penerima dan nomor telepon seseorang yang akan menerima uang tersebut.

Saat itulah, Achsanul Qosasi menyebut ada kode 'Garuda' yang harus digunakan ketika penyerahan uang.

"Terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan (kepada Anang Achmad Latif) 'ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya Garuda'," sebut jaksa.

Kemudian, Anang Achmad Latif memerintahkan Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan, melalui Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama, untuk menyiapkan dan menyerahkan uang tersebut.

"Tanggal 19 Juli 2022 terdakwa Achsanul Qosasi menghubungi Sadikin Rusli untuk bertemu seseorang dengan menyebutkan kode Garuda," kata jaksa.

Selanjutnya, Windi bertemu dengan Sadikin di Hotel Grand Hyaat. Penyerahan uang itupun dilakukan di basement.

Setelah menerima, Sadikin Rusli langsung menyerahkan uang senilai Rp40 miliar dalam bentuk mata uang asing itu kepada Achsanul Qosasi.

Dalam kasus ini, Achsanul Qosasi diduga melanggar Pasal 12 B, Pasal 12 E, atau Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.