Bagikan:

JAKARTA - Makara Strategic Insight (MSI Research) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjelaskan lonjakan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang terjadi selama beberapa hari ini. Kenaikan secara signifikan dianggap menimbulkan kecurigaan publik.

Diketahui, suara PSI sejak Kamis, 29 Februari hingga Sabtu, 2 Maret terus melejit. Dari data real count KPU, suara partai besutan Kaesang Pangarep itu bertambah menjadi 3,13 persen atau 2.402.268 pada Sabtu, 2 Maret pukul 15.00 WIB.

Padahal, suara yang didapat partai berlambang bunga mawar itu awalnya hanya 2,86 persen atau 2.171.907 pada Kamis, 29 Februari sekitar pukul 10.00 WIB.

"Seharusnya KPU transparan dan bisa menjelaskan dari tempat pemungutan suara mana dan bagaimana lonjakan suara ini masuk. Apakah terjadi salah input atau kekeliruan lain," kata Direktur Eksekutif Makara Strategic Insight (MSI Research), Andre Priyanto yang dikutip pada Senin, 4 Februari.

Andre menilai sorotan terhadap suara partai yang diketuai anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini bukan hal aneh. Kecurigaan bisa muncul karena beberapa hal, termasuk karena tak adanya tokoh yang kuat untuk mendulang suara.

"Coba deh, siapa tokoh politik yang terkenal dan benar-benar mumpuni? Belum ada kan? Apalagi di daerah," tegas Andre.

Dia kemudian menyinggung saat ini ada sejumlah nama besar yang terancam gagal lolos ke DPR RI.

"Lah, ini partai yang belum punya tokoh, kok, suaranya malah melonjak," ungkapnya.

Sementara itu, pengamat politik, Ikrar Nusa Bhakti meminta lembaga survei yang tadinya rajin melaksanakan hitung cepat ikut mengawal lonjakan suara PSI. Karena peningkatan yang sangat signifikan ini cukup aneh, menurutnya.

"Kenaikan angka mendadak ini cukup aneh, kemarin kan penghitungan sempat terhenti setelah komisioner KPU mendapatkan teguran DKPP. Partai Gelora juga ikut naik walaupun tidak setinggi PSI," tegasnya dalam kesempatan terpisah.

"Teman-teman yang melakukan quick count harus bersuara karena selama ini hitungan mereka hampir tak pernah meleset. Kemudian, kalau data tersebut ternyata sama dengan yang dimiliki KPU maka harus ditilik bagaimana suara itu masuk melalui C1 dan dari TPS mana. Hanya melalui hal itu, kita bisa melihat dari mana suara itu masuk," pungkas Ikrar.