Bagikan:

JAKARTA - Maraknya kekerasan di pesantren menjadi sorotan banyak pihak. Perhimpunan Pengembangan Pondok Pesantren (P3M) meminta pihak penegak hukum untuk mengusut tuntas perilaku kekerasan tersebut. Selain itu P3M meminta  adanya upaya preventif agar kejadian tidak terulang lagi.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur P3M, KH Sarmidi Husna dalam keterangan tertulisnya menanggapi meninggalnya seorang santri di Kediri karena kasus penganiayaan seniornya.

“P3M mendorong kepada penegak hukum untuk mengusut tuntas dan memberikan hukuman kepada pelaku kekerasan dan juga pihak-pihak yang bertanggung jawab di pesantren tersebut,” ungkap Sarmidi, dalam keteranganya, Kamis, 29 Februari.

Selain itu Sarmidi juga mengucapkan belasungkawa yang mendalam pada keluarga korban. Kemudian P3M mendorong adanya upaya preventif agar ke depan kejadian serupa tidak terulang lagi.

"Pengelola pesantren harus melakukan upaya serius terkait keamanan dan kenyamanan santri dalam belajar atau mengaji,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Sarmidi, pemerintahan terkait harus memberikan pengawasan serius terhadap pesantren dalam mengelola lembaga pendidikannya serta melakukan pencegahan terjadinya kekerasan.

“Menurut saya kekerasan merupakan bentuk kezaliman di mana setiap orang harus dicegah dari menjadi pelaku dan dilindungi dari menjadi korban, sebagaimana pesan Rasulullah Muhammad Saw: tolonglah saudaramu yang berbuat dholim dan didholimi,” ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya Polres Kota Kediri, Jawa Timur, menangkap empat santri terkait penganiayaan terhadap Balqis Bintang Maulana. Santri tersebut meninggal dunia di PPTQ Al Hanifiyyah Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Penangkapan itu dilakukan setelah pihak kepolisian mendapatkan laporan dari keluarga korban. Pihak kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara dan meminta keterangan kepada sejumlah saksi.

Adapun empat tersangka yang kini tengah diproses yakni MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya.

Pihak kepolisian menduga, penganiayaan kepada korban dilakukan berulang-ulang. Diduga, terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut sehingga menyebabkan kejadian penganiayaan berulang.

Keempat tersangka dijerat Pasal 80 Ayat 3 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang, serta Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana yang dilakukan secara berulang yang mengakibatkan kematian.