JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan alasan pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, masuk kategori luar biasa.
Menurut Ketua KPU Haysim Asy'ari, karena PSU di Kuala Lumpur, Malaysia telah melebihi batas waktu yang ditetapkan, yakni maksimal 10 hari setelah pemungutan suara 14 Februari 2024.
"Khusus untuk situasi yang pemungutan suara Kuala Lumpur, saya bicara batas waktunya dulu ya. Ini termasuk kategori yang luar biasa," ucapnya di kantor KPU, Jakarta, seperti dilansir ANTARA, Rabu, 28 Februari.
Terkait hal itu, Hasyim mengatakan, banyak hal yang harus kembali dipersiapkan, mulai dari sisi logistik hingga upaya mengingatkan kembali para pemilih.
Kemudian, jika rekomendasi atas PSU dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) itu disampaikan dalam waktu yang berdekatan maka batas maksimal PSU bakal habis.
"Yang sering kemudian kami mendapatkan problem dan kami komunikasikan antara KPU dan Bawaslu di antaranya gini, bagaimana bila rekomendasi (PSU) itu datangnya H-1 sebelum batas akhir," tuturnya.
Hasyim mengaku, PSU yang melebihi batas waktu tidak hanya kali ini terjadi. Dalam beberapa kasus, PSU pernah dilakukan akibat terkendala pandemi Covid-19. Dalam kasus serupa, ketentuan perundang-undangan yang mengatur batas waktu maksimal PSU, tidak berlaku.
"Itu sudah kita bicarakan dengan Bawaslu, bagaimana landasan hukum yang tetap untuk melaksanakan pemungutan suara yang melampaui batas waktu tersebut karena kan mulai dari pemutakhiran data pemilih," tuturnya.
Tahapan pemilu di Kuala Lumpur bakal diulang, sejalan dengan saran Bawaslu kepada KPU.
KPU berharap dapat menyelesaikan PSU tepat waktu sebelum batas akhir rekap nasional dan penetapan hasil pemilu nasional pada 20 Maret 2024.
KPU dan Bawaslu sebelumnya sepakat tidak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur karena integritas daftar pemilih dan akan melakukan pemutakhiran ulang daftar pemilih.
BACA JUGA:
Hal itu karena dalam proses pendataan daftar pemilih pada 2023, dari total sekitar 490 ribu orang pemilih yang seharusnya dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit), lebih kurang hanya 12 persen pemilih yang dilakukan coklit dalam Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang sehingga pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) di Kuala Lumpur membludak hingga sekitar 50 persen.