JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengatakan potensi pelanggaran dalam proses pemilu yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia, diduga melibatkan sejumlah orang selain panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang bertugas di wilayah tersebut.
Namun, Rahmat Bagja belum menyebutkan secara perinci pihak tersebut. Dia akan melakukan penjelasan lebih lanjut setelah peninjauan terhadap pemungutan dan penghitungan suara di Kuala Lumpur selesai.
"Potensi pelanggaran yang terjadi, dan ini diduga melibatkan PPLN, juga beberapa orang di luar PPLN," kata Rahmat Bagja di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, dilansir ANTARA, Rabu, 28 Februari.
Rahmat mengaku telah meminta petugas panitia pengawas pemilu (panwaslu) di Kuala Lumpur untuk bekerja sebaik-baiknya dan merekomendasikan perbaikan dalam penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU).
Menurut dia, ada banyak persoalan yang menjadi catatan pihaknya terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Kuala Lumpur. Bahkan, dia menekankan harus ada pembenahan dan perbaikan sistem penyelenggaraan pemilu di luar negeri, khususnya di Kuala Lumpur.
Sebelumnya, Senin (28/2), dia menyebutkan salah satu dari tujuh mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, diduga melakukan pelanggaran pidana.
Selain itu, lanjut dia, proses pemilu di Kuala Lumpur termasuk melanggar administrasi karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (3) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
BACA JUGA:
Pasal tersebut mengatur pemungutan suara ulang di tempat pemungutan suara (TPS) paling lama 10 hari setelah hari pemungutan suara, 24 Februari 2024.
KPU bakal melakukan PSU di Kuala Lumpur pada tanggal 9—10 Maret 2024. PSU di wilayah luar negeri tersebut bakal menggunakan dua metode, yakni metode pencoblosan di TPS dan menggunakan kotak suara keliling (KSK).