JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima surat permohonan perlindungan dari salah satu korban dugaan pelecehan rektor Universitas Pancasila.
“Sudah ada. Baru siang ini permohonannya masuk dari satu orang korban (berinisial) RZ,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dalam pesan singkat, Minggu, 25 Februari.
Edwin menyebut bila nantinya pihaknya akan mendalami keterangan korban perihal kronologis hingga proses hukum soal dugaan pelecehan tersebut.
“Kami akan ambil keterangan dari korban, koordinasi dgn pihak-pihak terkait atau mendalami kronologi, proses hukum dan kondisi korbannya,” ucapnya.
Perihal diterima atau tidaknya permohonan dari RZ ke LPSK, kata Edwin, pihaknya masih melakukan asesmen. Berdasarkan undang-undang, lamanya penerimaan atau tidak permohonan itu selama 30 hari kerja.
“Iya, karena berdasarkan UU kami harus dalami, Sifat penting keterangan. Situasi ancaman yg dihadapi, Kondisi medis/psikologis pemohon. Terakhir, rekam jejak pemohon. (prosesnya) Maksimal 30 hari,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, rektor Universitas Pancasila berinisial ETH dilaporkan oleh karyawannya RZ (42) atas dugaan pelecehan seksual. Laporan ini telah teregistrasi dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 12 Januari 2024.
ETH dilaporkan dengan dasar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Sementara itu, di Bareskrim Polri Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024.
Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani mengatakan, ada dua korban dari pelecehan seksual rektor Universitas Pancasila, yaitu RZ yang saat itu menjabat sebagai kabag Humas dan Ventura Universitas Pancasila dan DF yang merupakan karyawan honorer.
Amanda menjelaskan kronologi dugaan pelecehan seksual terhadap RZ. Menurut korban, saat itu ia mendapat laporan dari sekretaris rektor harus menghadap kepada rektor.
"Nah pukul 13.00 WIB dia menghadap ke rektor, dia ketuk-ketuk. Pas dia buka pintu rektornya sedang duduk di kursi kerjanya rektor. Di seberang kursi atau meja kerja rektor itu banyak kursi-kursi agak jauh posisinya," kata Amanda saat dihubungi wartawan, Minggu 25 Februari.
Saat itu korban mencari tempat di kursi yang agak panjang dan mengambil posisi duduk yang agak jauh. Saat itu, rektor memberikan perintah-perintah mengenai masalah pekerjaan.
"Dia nulis-nulis, dia bawa buku. Tiba-tiba pelan-pelan si rektornya tahu-tahunya sudah duduk satu bangku sama dia (korban), posisinya mendekat," ucapnya.
Selanjutnya tidak lama kemudian, saat korban tengah duduk sambil mencatat tiba-tiba korban pipinya dicium oleh rektor. Saat itu korban langsung kaget dan ketakutan.
"Nah langsung dia, 'saya langsung berdiri mba, saya kaget dan saya sebenarnya pengennya, ingin saya ngamuk, ingin mukul, tetapi saya masih sadar dan saya langsung ketakutan'. Dia langsung buru-buru pengen keluar," tutur Amanda.
Tidak hanya itu, ketika korban ingin cepat-cepat keluar dan ketika sebelum keluar sang rektor dengan bahasa baik dan lembut meminta pertolongan kepada korban untuk melihat mata rektor apakah merah atau tidak.
Kemudian korban mengatakan mata rektor tidak merah. Akan tetapi, rektor meminta untuk meneteskan obat mata sebelum keluar ruangan.
"Dia ngambil obat tetes tuh. Dia menuju tasnya, tasnya rektor diambil, 'tetesin saya dulu, baru keluar' intinya gitu lah. Nah terus posisi rektor itu duduk karena sudah kejadian tadi dicium dia tidak berani dekat-dekat," imbuhnya.
Sehingga saat itu, rektor dalam posisi duduk dan korban berdiri di samping kanan rektor dengan jarak agak jauh badannya membungkuk meneteskan obat mata.
BACA JUGA:
"Namun, secara tiba-tiba tangan kanannya prof itu (rektor) meremas payudaranya dia. Begitu. Seperti itu, menurut keterangannya korban begitu ceritanya," ujar Amanda.