Bagikan:

JAKARTA - Rektor Universitas Pancasila (UP) berinisial ETH membantah terkait dugaan pelecehan seksual terhadap dua karyawannya di ruang kerjanya. Hal ini disampaikan melalui kuasa hukumnya, Raden Nanda Setiawan.

“Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut,” kata Nanda dalam keterangan tertulis, Minggu, 25 Februari.

Ia menilai untuk kasus yang menyeret kliennya harus berprinsip pada praduga tak bersalah. Terlebih dugaan pelecehan itu terjadi 1 tahun yang lalu. “Terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru,” katanya.

Kendati demikian, Nanda tetap menghormati proses hukum berjalan. Saat ini, pihaknya ak/. mengikuti proses laporan kasus tersebut.

“Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak Kepolisian untuk memproses secara profesional,” tutupnya.

Sebelumnya diberitakan, rektor Universitas Pancasila berinisial ETH dilaporkan oleh karyawannya RZ dan DF atas dugaan pelecehan seksual.

Korban inisial RZ membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Laporan teregister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Sedangkan korban inisial DF membuat laporan ke Bareskrim Polri. Laporan tercatat dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI.

Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani mengatakan, ada dua korban dari pelecehan seksual rektor Universitas Pancasila, yaitu RZ yang saat itu menjabat sebagai kabag Humas dan Ventura Universitas Pancasila dan DF yang merupakan karyawan honorer.

Amanda menjelaskan kronologi dugaan pelecehan seksual terhadap RZ. Menurut korban, saat itu ia mendapat laporan dari sekretaris rektor harus menghadap kepada rektor.

"Nah pukul 13.00 WIB dia menghadap ke rektor, dia ketuk-ketuk. Pas dia buka pintu rektornya sedang duduk di kursi kerjanya rektor. Di seberang kursi atau meja kerja rektor itu banyak kursi-kursi agak jauh posisinya," kata Amanda saat dihubungi wartawan, Minggu 25 Februari.

Saat itu korban mencari tempat di kursi yang agak panjang dan mengambil posisi duduk yang agak jauh. Saat itu, rektor memberikan perintah-perintah mengenai masalah pekerjaan.

"Dia nulis-nulis, dia bawa buku. Tiba-tiba pelan-pelan si rektornya tahu-tahunya sudah duduk satu bangku sama dia (korban), posisinya mendekat," ucapnya.

Selanjutnya tidak lama kemudian, saat korban tengah duduk sambil mencatat tiba-tiba korban pipinya dicium oleh rektor. Saat itu korban langsung kaget dan ketakutan.

"Nah langsung dia, 'saya langsung berdiri mba, saya kaget dan saya sebenarnya pengennya, ingin saya ngamuk, ingin mukul, tetapi saya masih sadar dan saya langsung ketakutan'. Dia langsung buru-buru pengen keluar," tutur Amanda.

Tidak hanya itu, ketika korban ingin cepat-cepat keluar dan ketika sebelum keluar sang rektor dengan bahasa baik dan lembut meminta pertolongan kepada korban untuk melihat mata rektor apakah merah atau tidak.

Kemudian korban mengatakan mata rektor tidak merah. Akan tetapi, rektor meminta untuk meneteskan obat mata sebelum keluar ruangan.

"Dia ngambil obat tetes tuh. Dia menuju tasnya, tasnya rektor diambil, 'tetesin saya dulu, baru keluar' intinya gitu lah. Nah terus posisi rektor itu duduk karena sudah kejadian tadi dicium dia tidak berani dekat-dekat," imbuhnya.

Sehingga saat itu, rektor dalam posisi duduk dan korban berdiri di samping kanan rektor dengan jarak agak jauh badannya membungkuk meneteskan obat mata. 

“Namun, secara tiba-tiba tangan kanannya prof itu (rektor) meremas payudaranya dia. Begitu. Seperti itu, menurut keterangannya korban begitu ceritanya," ujar Amanda.

Sementara itu, korban lain DF mengalami pelecehan serupa dengan RZ. Bahkan DF hingga mengalami trauma berat akibat peristiwa yang dialaminya.

“Hampir sama sih kejadiannya cuman memang dicium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipeganngin terus diciumin,” tuturnya.