Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas pada Hari Minggu menolak surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Rusia, mengatakan itu hanya upaya untuk mengintimidasinya di tengah spekulasi dia bisa mendapatkan jabatan penting di Uni Eropa, menegaskan ketidaktakutannya.

Estonia yang pernah dikuasai oleh Moskow namun kini menjadi anggota Uni Eropa dan NATO, menjadi pendukung Kyiv dengan Kallas menjadi salah satu pengkritik Moskow yang paling vokal sejak invasi Rusia ke Ukraina hampir dua tahun lalu.

Polisi Rusia memasukkan dia dan beberapa politisi Baltik lainnya ke dalam daftar orang yang dicari pada 13 Februari, terkait rencana untuk menghancurkan monumen era Uni Soviet.

"Hal ini dimaksudkan untuk mengintimidasi dan membuat saya menahan diri dari keputusan yang seharusnya saya ambil,” kata Kallas kepada Reuters dalam sebuah wawancara di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, melansir Reuters 19 Februari.

"Tetapi ini adalah pedoman Rusia. Tidak ada yang mengejutkan dan kami tidak takut," tegasnya.

Profil tinggi Kallas dalam mendorong Uni Eropa untuk berbuat lebih banyak dalam mendukung Ukraina, telah menimbulkan spekulasi di Brussel, ia dapat mengambil peran senior setelah pemilihan parlemen Uni Eropa berikutnya pada Bulan Juni, mungkin sebagai kepala kebijakan luar negeri.

Dia mengatakan bahwa spekulasi juga berkontribusi terhadap agresi Rusia terhadapnya.

"Sulit untuk menjadi populer," katanya ironis.

"Rusia juga telah melihat hal itu, dan itulah mengapa mereka mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk benar-benar menekankan argumen terbesar terhadap saya, bahwa saya adalah sebuah provokasi terhadap Rusia," lanjutnya.

Ketika ditanya apakah dia tertarik dengan peran Eropa di masa depan, dia berkata: "Kami belum sampai di sana. Saya Perdana Menteri Estonia," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, PM Kallas bersama Menteri Luar Negeri Estonia Taimar Peterkop dan Menteri Kebudayaan Lithuania Simonas Kairys, masuk daftar pencarian polisi Rusia, terkait rencana untuk menghancurkan monumen era Uni Soviet.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Kallas dicari karena "penodaan memori sejarah". Sedangkan kantor berita negara TASS mengatakan para pejabat Negara Baltik dituduh "menghancurkan monumen tentara Soviet".

Sedangkan Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan: "Ini hanyalah permulaan".

"Kejahatan terhadap kenangan para pembebas Nazisme dan fasisme di dunia harus dituntut," kata Zakharova.

Politisi Baltik berisiko ditangkap hanya jika mereka melintasi perbatasan Rusia, jika tidak, menyatakan mereka diinginkan tidak akan memiliki konsekuensi nyata.