Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB Peringatkan Kemungkinan Limpahan Warga Gaza ke Mesir
Kepala bantuan PBB Martin Griffiths. (Wikimedia Commons/UKinUSA)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala bantuan kemanusiaan PBB pada Hari Kamis memperingatkan kemungkinan limpahan warga Palestina yang mengungsi di Rafah ke Mesir, jika Israel melancarkan operasi militer terhadap kota perbatasan tersebut.

Ini merujuk pada rencana Israel untuk memperluas operasi militernya ke Rafah yang berada di selatan Gaza, setelah pekan lalu melancarkan operasi khusus dan serangan udara terhadap kota tersebut.

"Kemungkinan operasi militer di Rafah, dengan kemungkinan penutupan perlintasan (perbatasan), dengan kemungkinan tumpahan, semacam mimpi buruk Mesir, adalah sesuatu yang ada di depan mata kita," kata Martin Griffiths, melansir Reuters 15 Februari.

Lebih jauh Griffiths mengatakan, anggapan bahwa masyarakat Gaza bisa mengungsi ke tempat yang aman adalah sebuah "ilusi".

"Kita semua harus berharap teman-teman Israel dan mereka yang peduli terhadap keamanan Israel memberi mereka nasihat yang baik saat ini," ujar Griffiths.

Berbicara pada pertemuan yang sama dengan Griffiths, Mirjana Spoljaric, kepala Komite Palang Merah Internasional (ICRC), mengatakan tidak adanya rencana evakuasi yang jelas, termasuk bagi orang sakit dan lanjut usia, akan membawa penderitaan ke tingkat yang baru.

"Penderitaan di kedua belah pihak, pembantaian yang kita saksikan sejak 7 Oktober akan mencapai tingkat yang tak terbayangkan jika operasi di Rafah diintensifkan seperti yang telah diumumkan," kata Spoljaric.

Lebih dari satu juta warga Palestina berdesakan di Rafah di ujung selatan Jalur Gaza, perbatasan dengan Mesir.

Banyak di antara mereka yang tinggal di tenda-tenda dan tempat penampungan sementara setelah melarikan diri dari pemboman Israel di tempat lain di Gaza.

Sementara itu, militer Israel mengutarakan pihaknya berencana mengusir militan Palestina Hamas dari persembunyiannya di Rafah, membebaskan sandera yang ditahan di sana, namun belum memberikan rincian mengenai usulan rencana untuk mengevakuasi warga sipil.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menghadapi tekanan internasional untuk menunda rencana serangan tersebut, tidak memberikan indikasi kapan serangan itu akan dilakukan.

Terpisah, PBB mengatakan serangan Israel terhadap Rafah dapat "menyebabkan pembantaian".