Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menegaskan mekanisme pemungutan suara ulang bukan berasal KPU RI tapi yang menentukan, KPU daerah atau rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Menurut UU Pemilu, PSU (pemungutan suara ulang) itu yang memutuskan perlu atau tidaknya KPU Kabupaten/Kota, tentu saja bisa karena penilaiannya sendiri bisa juga karena rekomendasinya Bawaslu," kata Hasyim di kantor KPU, Jakarta, Kamis 15 Februari.

Hasyim menjelaskan mekanisme pemungutan suara ulang diawali rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) yang bekerja di ruang lingkup tempat pemungutan suara (TPS).

Selanjutnya rerkomendasi Panwascam disampaikan ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan kemudian PPK melaporkannya ke KPU kota/kabupaten.

Sedangkan TPS yang dinilai berpotensi untuk dilakukan pemungutan suara ulang setidaknya memenuhi sejumlah faktor. Adapun di antaranya terdampak bencana alam seperti banjir di Demak, atau terjadinya insiden seperti perusakan logistik surat suara yang terjadi di Paniai Papua.

Menurut Undang-undang pemilu, pemungutan suara ulang maksimal dilaksanakan 10 hari setelah hari pemungutan suara.

Dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 372 ayat (1) mengatur bahwa pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.

Namun jika dalam waktu 10 hari masih tidak memungkinkan untuk dilakukan PSU, KPU kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk menetapkan pemungutan suara lanjutan.

"Misalkan yang di Demak ini kalau banjirnya belum surut melampaui 10 hari, tentu situasi ini oleh teman-teman kabupaten/kota yang punya kewenangan untuk menetapkan pemungutan suara lanjutan itu akan dibuatkan catatan dalam berita acara kejadian khusus," tandasnya.