Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menargetkan electric vehicle battery (EV Battery) alias industri baterai milik Indonesia akan beroperasi pada 2023 mendatang. Saat ini pemerintah tengah bernegosiasi dengan sejumlah produsen kendaraan listrik global agar masuk dalam ekosistem tersebut.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pihaknya akan membentuk kolaborasi perusahaan pelat merah untuk membangun pabrik raksasa baterai atau EV Battery mobil listrik tersebut di Indonesia. Tiga BUMN tersebut akan menggandeng perusahaan dari luar negeri untuk membangun pabrik.

Konsorsium itu terdiri dari PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero), dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan MIND ID sebagai Holding BUMN Pertambangan. Dalam konsorsium itu MIND ID akan berkolaborasi dengan perusahaan electric vehicle (EV) battery atau baterai kendaraan listrik asal Korea Selatan LG Energy Solution Ltd (LG).

"Kita buat perusahaan baterai nasional partner Catl dan LG Chem. Ini untuk tahun 2023. Program Indonesia tumbuh, saya rasa Allah baik sama Indonesia," katanya dalam acara CNBC Outlook 2021, Kamis, 25 Februari.

Menurut Erick, kebijakan hilirisasi industri baterai mobil listrik merupakan bagian dari upaya pemerintah mengurangi ekspor bahan mentah. Apalagi, Indonesia menjadi negara utama produsen bahan baku utama baterai mobil listrik yaitu nikel.

"EV battery bicara bagaimana kebijakan pemerintah supaya kekuatan kita selain market, tapi SDA bisa jaga konsistensi salah satunya soal nikel. Kami tidak mau juga nikel dikirim ke luar negeri dengan kondisi mentah, bagaimana bisa di proses di dalam negeri," tuturnya.

Pembangunan EV merupakan kesempatan emas bagi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara produsen kendaraan listrik di tengah wacana penggunaan energi baru terbarukan atau renewable energy yang menjadi topik hangat negara-negara maju dunia.

Erick mengatakan saat ini komoditas asal Indonesia telah menjadi salah satu kekuatan sejak lama. Harga komoditas pun terus meningkat saat ini, baik nikel, batu bara, kelapa sawit, karet, tembaga dan kakao.

"Ini kenapa jangan lagi komoditas ini hanya dilepas seperti biasa, tapi added value harus dilakukan. Dengan demikian, ekspor kita tergalakkan jadi seimbang ekspor dan hilirisasi di dalam negeri. Agar ketika komoditas-komoditas ini tidak bepihak lagi kepada kita, kita merasakan added value yang bisa didapatkan Indonesia secara menyeluruh," ucapnya.