JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai hilangnya nama politikus PDI Perjuangan Ihsan Yunus dalam dakwaan dua terdakwa suap bantuan sosial (bansos) COVID-19, Harry Sidabuke dan Ardian Iskandar Maddanatja adalah hal yang janggal.
Sebab, nama Ihsan berungkali muncul dalam proses penyidikan kasus dugaan bansos, terutama dalam rekonstruksi perkara yang digelar KPK. Bahkan, dalam salah satu bagian rekonstruksi yang lalu dijelaskan Harry Sidabuke menyerahkan uang sebesar Rp1,53 miliar dan dua sepeda merek Brompton kepada Agustri Yogasmara alias Yogas yang merupakan operator dari Ihsan Yunus.
"Setelah mengamati dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum KPK dalam perkara dugaan suap pengadaan paket bantuan sosial sembako di Kementerian Sosial, ICW mempertanyakan hilangnya nama Ihsan Yunus. Hal ini janggal, sebab, dalam rekonstruksi yang dilakukan oleh KPK, nama tersebut sudah muncul," kata kurnia dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Kamis, 25 Februari.
Selain itu, pegiat antikorupsi ini juga mempertanyakan tak dijelaskannya status Yogas meski namanya berkali-kali disebut dalam surat dakwaan tersebut. Bahkan, Kurnia bilang, nama Yogas disebut sebagai pemilik kuota bansos yang dikerjakan oleh Harry melalui PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude.
"Padahal, masih dalam rekonstruksi KPK secara gamblang menyebutkan bahwa Agustri Yogasmara adalah operator dari Ihsan Yunus," ungkapnya.
BACA JUGA:
Dia menegaskan, surat dakwaan yang telah dibacakan jaksa penuntut harusnya menyasar pada tindak pidana yang dilakukan oleh Harry Sidabuke.
Sehingga, Kurnia mempertanyakan apakah KPK menganggap uang miliaran rupiah dan sejumlah barang yang diberikan Harry kepada pihak yang disebut sebagai perantara seorang penyelenggara negara tidak dianggap sebagai perbuatan pidana.
ICW mengingatkan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP menyebutkan surat dakwaan mesti ditulis secara cermat, jelas, dan lengkap. Dengan berbagai kejanggalan tersebut, ICW kemudian mengingatkan kepada jajaran Pimpinan, Deputi, maupun Direktur di KPK agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum. "Misalnya melindungi atau menghalang-halangi kerja Penyidik untuk membongkar tuntas perkara ini," tegas Kurnia.
Selain itu, dirinya juga meminta Dewan Pengawas KPK mencermati proses alih perkara dari penyidikan ke penuntutan serta pembuatan surat dakwaan untuk terdakwa Harry Sidabuke.
Pemerintah, sambung Kurnia, juga perlu serius dalam mengawasi penanganan perkara ini karena berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat korban pandemi Covid-19 yang telah dirusak serta diciderai oleh beberapa oknum pelaku korupsi.
"Maka dari itu, harapan publik tersebut mesti dijawab oleh KPK dengan tidak melakukan tebang pilih dalam menangani perkara ini," pungkasnya.