Kepala UNRWA Kunjungi Negara-negara Teluk di Tengah Krisis Pendanaan
Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini bertemu Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan. (Twitter/@UNLazzarini)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala badan bantuan PBB untuk Palestina (UNRWA) mengunjungi tiga negara Teluk minggu ini, berupaya menggalang dukungan setelah sejumlah donor utama menghentikan pendanaan menyusul tuduhan Israel terkait beberapa stafnya terlibat dalam serangan Oktober kelompok Hamas ke wilayahnya.

Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini dalam cuitannya di X menuliskan, ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan pada Hari Senin, untuk membahas pekerjaan UNRWA dalam "menjaga stabilitas di kawasan" dan memberikan bantuan kepada dua juta orang di Gaza.

Juru bicara Juliette Touma mengatakan kepada Reuters, Lazzarini kemudian akan mengunjungi Qatar dan Kuwait akhir pekan ini.

"Kami berharap mereka yang menunda (pendanaan) akan mempertimbangkan kembali dan yang lain juga akan mengambil langkah maju," katanya.

Sekitar 15 donor terpenting badan tersebut, termasuk Amerika Serikat, telah menangguhkan pendanaan atas tuduhan Israel yang melibatkan 12 dari 13.000 stafnya, sehingga mendorong UNRWA untuk memperingatkan pekan lalu bahwa lembaga tersebut mungkin terpaksa ditutup pada akhir Februari.

Kuwait dan Qatar menempati peringkat ke-19 dan ke-20 dalam daftar 20 donor teratas UNRWA, masing-masing mendonorkan 12 juta dolar AS dan 10,5 juta dolar AS pada tahun 2022.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sebelumnya mengatakan, sembilan orang yang terlibat telah diberhentikan, satu orang tewas dan dua lainnya sedang diklarifikasi identitasnya.

Diketahui, UNRWA, yang didirikan pada tahun 1949 setelah perang seputar berdirinya Israel, memberikan layanan pendidikan, kesehatan dan bantuan penting kepada jutaan warga Palestina di Gaza, Tepi Barat, Yordania, Suriah dan Lebanon. Di Gaza, mereka menyediakan perlindungan bagi sekitar satu juta orang yang baru mengungsi akibat konflik Israel-Hamas.

Meskipun beberapa negara seperti Spanyol dan donor swasta telah mengambil tindakan untuk membantu lembaga tersebut sejak krisis keuangan dimulai akhir bulan lalu, Touma mengatakan bantuan tersebut tidak cukup untuk menutup kesenjangan yang diperkirakan berjumlah sekitar 440 juta dolar AS.