JAKARTA - Mahfud MD menyebut dirinya enggan merekomendasikan siapa sosok yang cocok menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) pengganti selepas ia mengundurkan diri.
Menurut Mahfud, pengangkatan menteri di Kabinet Indonesia Maju sepenuhnya merupakan wewenang Jokowi sebagai kepala negara. Itu sebabnya Mahfud tak menyinggung soal itu kepada Jokowi saat menyerahkan surat pengunduran diri di Istana hari ini.
"Kalau siapa-siapa nama yang cocok untuk menggantikan itu, sama sekali saya hindari untuk bicara itu karena itu spenuhnya hak prerogatif presiden. Itu menyangkut profesionalisme dan menyangkut konstelasi politik yang diinginkan oleh presiden juga. Jadi, saya tidak akan ikut campur," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Februari.
Cawaprea nomor urut 3 ini pun juga tak menyiapkan pesan khusus Menko Polhukam baru yang nantinya dipilih Jokowi untuk mengemban sisa jabatan hingga Oktober 2024. Menurut dia, Jokowi pasti akan memberikan arahan khusus kepada penggantinya saat mulai menjabat.
"Setiap menteri itu, menurut saya, nanti akan dibekali sendiri oleh presiden. Karena waktu saya dulu jadi Menko juga dibekali, ketika saya menjadi Plt Menpan RB selama 2 bulan juga dibekali, ketika jadi Plt Mekominfo saya juga dibekali. Biar presiden yang membekali itu semua, kecuali nanti menteri barunya tanya kepada saya, saya tentu akan terbuka dengan senang hati," urai Mahfud.
Hanya saja, Mahfud menguraikan catatan mengenai tugas Menko Polhukam yang perlu dilanjutkan oleh penggantinya kepada Jokowi. Pertama, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) harus tetap bekerja menagih hak negara atas sisa utang dari obligor BLBI.
Lalu, soal pelanggaran HAM berat masa lalu yang penyelesaian hukumnya belum juga selesai. "Penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu ada 12. Itu secara hukum sangat sulit, itu dia hukumnya berjalan. Nanti dibicarakan oleh pemerintah atau Kemenko Polhukam berikutnya," ungkap Mahfud.
Ketiga soal Rancangan Undang-Undang yang akan direvisi kembali atas inisiatif DPR. Mahfud menegaskan dirinya sebagai Menko Polhukam menahan proses pembahasan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
BACA JUGA:
"Saya katakan, 'Bapak Presiden, saya tidak setuju dan saya hentikan pembahasan itu karena aturan peralihannya itu tidak adil bagi hakim yang ada sekarang," jelas mantan Ketua MK tersebut.