JAKARTA - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan kampanye kekerasan militer harus segera diakhiri di Myanmar, menandai peringatan tiga tahun kudeta junta militer negara itu.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicaranya, Sekjen PBB menggarisbawahi pentingnya transisi menuju pemerintahan demokratis dan memulihkan pemerintahan sipil.
"Sekretaris Jenderal mengutuk segala bentuk kekerasan dan menyerukan perlindungan warga sipil dan penghentian permusuhan," kata pernyataan itu, dikutip dari situs PBB 1 Februari.
"Solusi inklusif terhadap krisis ini memerlukan kondisi yang memungkinkan masyarakat Myanmar untuk menggunakan hak asasi mereka secara bebas dan damai," lanjutnya.
Militer Myanmar melancarkan kudeta pada 1 Februari 2021, dengan tuduhan kecurangan pemilih yang meluas pada pemilu 2020, di mana partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi menang telak. Kudeta itu menyebabkan jatuhnya pemerintahan Suu Kyi.
Dalam pernyataannya, Sekretaris Jenderal mengutuk segala bentuk kekerasan, mendesak penghentian segera permusuhan dan penindasan politik, serta perlindungan terhadap warga sipil.
Lebih dari 4.400 penentang kudeta telah terbunuh, dengan lebih dari 25.900 ditangkap dan hampir 20.000 masih ditahan selama tiga tahun konflik berjalan, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), dikutip dari Kyodo News.
"Kampanye kekerasan militer yang menargetkan warga sipil dan penindasan politik harus diakhiri, dan mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban," tegas pernyataan itu..
Lebih jauh, Sekjen Guterres menyerukan perhatian internasional dan regional yang berkelanjutan, dan tindakan kolektif yang koheren untuk mendukung rakyat Myanmar.
Sekjen Guterres tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan, termasuk ASEAN dan aktor regional lainnya, untuk membantu menjamin perdamaian yang berkelanjutan dan inklusif di sana, kata pernyataan itu.
BACA JUGA:
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menegaskan kembali keprihatinannya mengenai niat militer untuk melakukan Pemilu, di tengah meningkatnya konflik dan pelanggaran hak asasi manusia di seluruh negeri.
"Sekretaris Jenderal berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Myanmar dan keinginan mereka untuk masyarakat yang inklusif, damai dan adil," kata pernyataan itu, seraya menambahkan ia "menekankan perlunya memastikan perlindungan semua komunitas, termasuk Rohingya, yang semakin banyak orang yang mempertaruhkan perjalanan berbahaya demi mencari keselamatan, hak-hak dasar dan martabat."