Bagikan:

JAKARTA - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyebut keberadaan pekerja alih daya atau outsourcing merupakan salah satu bukti bahwa omnibus law dalam Undang-Undang Cipta Kerja saat ini bermasalah.

"Pekerja outsourcing salah satu bukti ada permasalahan, bukti bahwa omnibus law bermasalah," kata Anies dalam acara "Desak & Slepet AMIN edisi Ojol dan Buruh" dilansir ANTARA, Senin, 29 Januari.

Agar hal tersebut berkeadilan, menurut Anies, prinsip easy hiring, easy firing (gampang rekrut, gampang berhentikan pekerja) tidak boleh diteruskan lagi. Yang seharusnya dilakukan adalah selektif merekrut dan selektif berhentikan pekerja.

"Dan sebisa mungkin mengutamakan status menjadi pekerja tetap, sambil memastikan bahwa pekerja terus meningkatkan skill-nya, kompetensinya. Jadi, it takes two tango, perlu dua-duanya, di satu sisi memberikan kepastian pekerjaan, di sisi lain yang pekerja meningkatkan skill, dan negara harus hadir untuk pekerja meningkatkan kompetensi dan skill-nya supaya itu bisa fair (adil)," kata Anies

Anies menyebut calon wakil presiden Muhaimin Iskandar ketika menjadi Menteri Tenaga Kerja tahun 2012 pernah membuat aturan membatasi pekerja alih daya sehingga paling tidak kalau ditanya bukan cuman rencana, ada rekam jejaknya.

"Lalu harus ada di dalam kementerian ataupun di luar yang secara khusus melakukan pemantauan atas praktik-praktik outsourcing ini untuk memastikan bahwa ada tunjangan, ada pemenuhan hak-haknya dengan baik. Tidak bisa PHK (pemutusan hubungan kerja) semaunya dan seluruh kewajiban yang harus ditunaikan perusahaan itu," ujar dia.

Anies memandang praktik pekerja alih daya tersebut bukan praktik yang patut diteruskan. Ke depan, Anies ingin melibatkan serikat buruh, pakar lintas bidang, serta pengusaha untuk mengatur praktik alih daya yang baik.

Anies menegaskan bukan pekerja alih daya yang selalu bermasalah, tetapi praktik pekerja alih daya yang tidak adil, yang tidak memberikan manfaat setara bagi kedua belah pihak.