UU Cipta Kerja Berlaku, Ini 5 Hal yang Disebut KSPI Merugikan Buruh
DOK. VOI/Presiden KSPI Said Iqbal (Foto: Diah Ayu)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal membeberkan sejumlah pasal yang disebut merugikan kaum buruh dan pekerja saat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja berlaku.

"Menurut kajian dan analisa yang dilakukan KSPI secara cepat, setelah menerima salinan UU Nomor 11 Tahun 2020 khususnya Klaster Ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan kaum buruh," kata Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 November.

Iqbal memaparkan lima ketentuan dalam Omnibus Law yang merugikan buruh, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Upah murah berlaku 

Dalam Pasal Pasal 88C Ayat (1) UU Cipta Kerja menyebutkan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. 

Kata Iqbal, penggunaan kata "dapat" dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) merugikan buruh. Sebab, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK karena hal itu tidak menjadi kewajiban. Ujungnya, akan mengakibatkan upah murah. 

"Kita ambil contoh di Jawa Barat. Untuk tahun 2019, UMP Jawa Barat sebesar 1,8 juta. Sedang UMK Bekasi sebesar 4,2 juta. JIka hanya ditetapkan UMP, maka nilai upah minimum di Bekasi akan turun," tutur Iqbal.

2. Karyawan kontrak seumur hidup

UU Cipta Kerja menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003. Dampaknya, kata Iqbal, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas waktu. Hal ini, kata Iqbal, membuat tidak ada kepastian bekerja. 

Padahal, dalam UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT) dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak. 

"Dengan demikian, setelah menjalani kontrak maksimal 5 tahun, maka karyawan kontrak mempunyai harapan diangkat menjadi karyawan tetap atau permanen apabila mempunyai kinerja yang baik dan perusahaan tetap berjalan. Tetapi UU 11 Tahun 2020 menghilangkan kesempatan dan harapan tersebut," ungkap Iqbal.

3. Outsorching seumur hidup

UU Cipta Kerja menghapus batasan 5 jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan. 

Menurut Iqbal, dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, maka semua jenis pekerjaan di dalam pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dalam sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing. 

"Hal ini mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjual belikan oleh agen penyalur. Padahal di dunia internasional, outsourcing disebut dengan istilah modern slavery perbudakan modern," tuturnya.

4. Pengurangan nilai pesangon

UU Cipta Kerja mengurangi nilai pesangon buruh, dari 32 bulan upah menjadi 25 upah. Rinciannya, 19 dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui jaminan kehilangan pekerjaan yang dibayarkan BPJS Ketenagakerjaan. 

Iqbal menyebut, hal ini jelas merugikan buruh Indonesia, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN. 

"Bandingkan dengan Malaysia. Di sana, jumlah pesangon antara 5-6 bulan upah. Tetapi nilai iuran jaminan hari tua dan pensiun buruh Malaysia mencapai 23 persen. Sedangkan buruh Indonesia nilai JHT dan pensiunnya hanya 8,7," ucap Iqbal.

5. PHK dimudahkan

Iqbal juga menyoroti ketentuan PHK menjadi mudah dengan hilangnya frasa "batal demi hukum" terhadap PHK yang belum mendapat penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lalu, TKA buruh kasar cenderung akan mudah masuk ke Indonesia karena kewajiban memiliki izin tertulis menteri diubah menjadi kewajiban memiliki recana penggunaan tenaga kerja asing yang sifatnya pengesahan.

"Menyikapi hal itu, pagi ini KSPI dan KSPSI AGN secara resmi akan mendaftarkan gugatan judicial review ke MK terhadap uji materiil UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Iqbal.

"Selain melakukan upaya konstitusional melalui jalur Mahkamah Konstitusi, KSPI juga akan melakukan melanjutkan aksi-aksi dan mogok kerja sesuai dengan hak konstitusional buruh yang diatur dalam undang-undang dan bersifat antikekerasan," lanjut dia.