Bagikan:

JAKARTA - Sidang gugatan praperadilan yang diajukan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej soal penetapan tersangka di kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi bakal kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, KPK selaku termohon sempat tak hadir persidangan yang berlangsung pada 11 Januari. Sehingga, ditunda dan kembali digelar hari ini.

"Iya (sidang perdana gugatan praperadilan Eddy Hiariej) rencana hari ini," ujar Penjabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 22 Januari.

Persidangan itu rencananya akan dilaksanakan di ruang sidang utama sekitar pukul 10.00 WIB.

Adapun, ketidakhadiran KPK pada persidangan sebelumnya dikarenakan masih menyiapkan administrasi dan dokumen.

“Tim biro hukum belum bisa hadir hari ini, meminta waktu penundaan lebih dahulu karena masih menyiapkan kelengkapan administrasi dan dokumen,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Sehingga, KPK akan segera menyelesaikan semua kelengkapan dokumen yang diperlukan. Kemudian, hadir untuk menghadapi sidang praperadikan yang diajukan eks Wamenkumham tersebut.

“Pada jadwal sidang berikutnya, Tim KPK akan hadir,” sambung Ali.

Diberitakan sebelumnya, Eddy kembali mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengajuan dilakukan setelah kubu eks Wamenkumham itu mencabut gugatan praperadilan pada 20 Desember.

“Bahwa memang betul telah diajukan kembali permohonan praperadilan oleh pemohon mantan wamenkumham Prof. Dr. Omar Hiariej yang didaftarkan ke kepaniteraan pidana PN Jaksel hari Rabu 3 Januari 2024,” ujar Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto kepada wartawan, Kamis, 4 Januari.

Eddy secara resmi telah diumumkan sebagai tersangka penerima suap. Dia diduga menerima duit hingga Rp8 miliar yang dibagi beberapa kali untuk sejumlah keperluan yang melibatkan bos PT CLM, Helmut Hermawan.

Penerimaan pertama Eddy dilakukan setelah dia setuju memberikan konsultasi administrasi hukum umum sengketa kepemilikan PT CLM. Ketika itu Helmut memberi uang sebesar Rp4 miliar.

Kemudian, dia juga menerima Rp3 miliar untuk menghentikan proses hukum yang melibatkan Helmut di Bareskrim Polri melalui penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Terakhir, Eddy diduga menggunakan kuasa sebagai Wamenkumham untuk membuka blokir PT CLM dalam Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kemenkumham. Ia lantas menerima uang Rp1 miliar yang digunakan untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

KPK menduga penerimaan ini dilakukan Eddy melalui dua orang sebagai perwakilan dirinya. Mereka adalah pengacara bernama Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana yang merupakan asisten pribadinya yang turut jadi tersangka dalam kasus ini.