Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA), Riza Suarga mendorong agar penentuan harga pajak karbon jangan terlalu murah atau tinggi. Hal ini disampaikan Riza sekaligus wanti-wanti bagi pasangan Prabowo-Gibran demi suksesi Asta Cita. 

"Kalau pajak karbon itu dilakukan dan diterapkan murah seperti yang sempat terucap oleh Kemenkeu hanya 2 dolar atau Rp30.000, ya jelas tidak menarik," kata Riza di Media Center TKN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis 18 Januari.

Ia menjabarkan, tarif yang diucap oleh Kemenkeu jauh lebih kecil dari usulan awal Rp75.000, sehingga dengan tarif Rp 30.000 Indonesia menjadi negara dengan tarif pajak karbon terendah di dunia.

Sedangkan kalau pemerintah menerapkan pajak karbon yang tinggi seperti di negara-negara Barat yang mencapai US40 dolar akan terjadi inflasi.

"Jadi memang ini harus ada kajian yang lebih lebih detail. Saya mungkin bisa memahami kenapa ditunda pajak karbon itu karena itu tadi alasannya," jelas Riza.

Diketahui penundaan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan tersebut diundur sampai tahun 2025.

Untuk itu ia berharap, paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka melalui visi misi yang terangkum dalam Asta Cita, dapat mempercepat penerapan perdagangan dan pajak karbon di Indonesia. 

"Perpres itu mencoba memonitor. Tetapi di lain sisi memang jadi terkesan agak lambat. Mungkin nanti Asta Cita akan mempercepat," bilang Riza.

Koordinator Media Digital TKN Prabowo-Gibran Noudhy Valdryno menambahkan, program industri karbon sebagai salah satu dari Asta Cita ini merupakan pembangunan yang berkelanjutan untuk indonesia emas 2045.

Asta Cita sendiri merupakan janji pasangan Prabowo-Gibran yang memiliki delapan misi untuk menuju Indonesia Emas 2045, dimana dalam salah satu misinya adalah melanjutkan hirilisasi dan industrilisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri.

Sementara itu Pakar Carbon Climate dan Sustainability TKN Prabowo-Gibran Glory Sihombing menambahkan, market dan penjualan karbon sudah memiliki pasarnya di Indonesia.

"Saat ini trade sudah dijalankan, jadi setelah trade dijalankan, harusnya next-nya adalah carbon tax. Market yang sudah ada, trade sudah jalan dan terakhir adalah tinggal carbon tax," tambah Glory.