JAKARTA - Memaksimalkan pemungutan pajak dari subjek-subjek yang belum optimal, seperti sektor hiburan amat perlu diperhatikan pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Penilaian ini datang dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemerintah mendatang sebaiknya tidak berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan mengenakan lebih banyak pajak kepada sektor manufaktur maupun konsumsi, mengingat kini terjadi pelemahan daya beli dan penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur.
“Yang semestinya dilakukan adalah menyasar pada subjek-subjek pajak yang selama ini belum terlalu maksimal, misalkan pajak untuk hiburan, untuk (masyarakat) kelas atas, atau perusahaan-perusahaan besar dan multinasional yang beroperasi Indonesia,” ujarnya, dikutip dari ANTARA, Sabtu, 19 Oktober.
Pemerintahan mendatang mencanangkan dalam dokumen Asta Cita untuk melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi reformasi perpajakan agar menjadi stimulan lebih bagi dunia usaha untuk meningkatkan daya saing dan investasi di sektor riil.
Selain subjek-subjek pajak yang telah disebutkan di atas, Mohammad Faisal pun menyarankan Prabowo-Gibran juga untuk mengoptimalkan pajak dari sektor ekonomi digital karena dinilai menguntungkan.
“Jadi bukan malah membebani sektor-sektor yang pada saat sekarang itu justru dalam kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk ditambahkan beban (pajak) gitu ya, nanti malah bisa backfire (menjadi bumerang) bagi perekonomian,” katanya.
SEE ALSO:
Dalam dokumen Asta Cita, Prabowo-Gibran juga memberikan perhatian besar terhadap industri buku dan berencana untuk memberikan insentif bagi industri tersebut dengan menghapus PPN untuk semua jenis buku dan menjadikan pajak royalti buku bersifat final.
Faisal mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik rencana relaksasi pajak tersebut. Meskipun begitu, ia menyoroti perlunya pemerintahan mendatang juga melakukan relaksasi pajak terhadap sejumlah industri padat karya, seperti industri tekstil dan alas kaki.
“Bisa dengan mengurangi PPN, tidak harus menghapus PPN. Beban pajak yang lain juga tidak menutup kemungkinan untuk juga dikurangi,” pungkasnya.