Bagikan:

YOGYAKARTA - Calon Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming disebut akan memisah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Ditjen Pajak-Bea Cukai dari Kementerian Keuangan. Rencananya pemisahan kedua badan tersebut akan dilakukan melalui pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Lantas apa dampak pemisahan badan penerimaan negara?

Rencana pemisahan DJP dari Kemenkeu oleh Prabowo-Gibran telah masuk merupakan salah satu dari 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) mereka. Rencana pembentukan BPN dari penggabungan DJP dan DJBC tersebut sudah tercantum dalam dokumen visi-misi dan program kerjanya. 

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, mengatakan bahwa rencana pemisahan DJP dan DJBC untuk dilebur jadi satu tersebut membutuhkan persiapan dan akan dijalankan secara bertahap. Dampak pemisahan Badan Penerimaan Negara pun menarik untuk disimak. 

Tujuan Pemisahan DJP dan DJBC dari Kemenkeu

Cawapres Gibran Rakabuming mengungkapkan alasan dari peleburan kedua badan tersebut menjadi BPN. Menurut Gibran, pemisahan DJP dan DJBC dari Kemenkeu untuk digabung supaya ada badan yang fokus dalam penerimaan negara dan posisinya langsung di bawah Presiden. 

"Jadi DJP dan Bea Cukai akan dilebur jadi satu, sehingga fokus dalam penerimaan negara saja, tidak akan mengurusi lagi masalah pengeluaran," ucap Gibran Rakabuming dalam debat cawapres beberapa waktu lalu. 

Tujuan dari pembentukan BPN telah tertulis dalam dokumen visi-misi dan Program Prabowo-Gibran. Adanya BPN nantinya bertujuan untuk memperbaiki integritas dan koordinasi antarinstansi agar bisa menaikkan penerimaan negara. Melalui BPN, capres-cawapres ini menargetkan rasio penerimaan negara terhadap PDB bisa meningkat hingga 23%.

Drajad Wibowo yang juga ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan langkah pertama yang akan dijalankan oleh Prabowo-Gibran dalam merealisasikan program tersebut. Ia menyebutkan bakal dilakukan ersiapan peraturan Undang-Undang sebagai dasar pembentukan BPN. 

Namun Drajad Wibowo juga menegaskan bahwa rencana pembentukan BPN akan dijalankan secara bertahap, sebab kemungkinan membutuhkan waktu satu tahun. Drajad juga mengatakan bahwa selama proses pematangan desain kelembagaan, DJBC dan DJP akan tetap berada tubuh Kemenkeu. 

“Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran karena peraturan perundang-undangannya kan harus disiapkan dengan matang. Mungkin perlu 1 tahun-an atau lebih sedikit,” turut Drajad Wibowo pada Senin 19 Februari lalu.  

Dampak Pemisahan Badan Penerimaan Negara

Rencana penggabungan DJP dan DJBC menjadi Badan Penerimaan Negara dinilai memiliki plus dan minus menurut pakar ekonomi. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai adanya sisi positif dari rencana pembentukan BPN. Pakar ekonomi ini berpendapat bahwa adanya BPN memiliki potensi untuk mengejar rasio pajak (tax ratio). 

Namun di samping itu, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa peleburan DJP dan DJBC kurang tepat untuk dilakukan. Menurutnya tugas dan fungsi DJBC tidak cuma fokus pada penerimaan negara, tetapi juga bekerja dalam pengawasan barang. 

Bhima juga berpendapat bahwa proses pembentukan BPN bakal memakan waktu lama hingga 10 tahun. Lamanya penggabungan kedua institusi tersebut karena tidak hanya terkait perubahan nomenklatur, tetapi juga tindakan reorganisasi.

Selain itu, Bhima menilai bahwa rencana penggabungan DJP dan DJBC di masa transisi dikhawatirkan dapat menimbulkan penurunan moral para petugas di lapangan, proses birokrasi yang lebih rumit, dan berpotensi merugikan pelaku usaha dan masyarakat. 

Demikianlah ulasan dampak pemisahan badan penerimaan negara yang direncanakan oleh Prabowo-Gibran ketika nanti menjabat. Pemisahan DJP dan DJBC untuk digabung menjadi BPN dinilai memiliki dampak positif maupun negatif tersendiri. Baca juga Kemenkeu siapkan aturan cukai minuman berpemanis.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan kabar terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.