Bagikan:

JAKARTA - Polda Metro Jaya menyatakan sindikat penadah yang melibatkan tiga prajurit TNI sudah menjalani bisnis haram selama dua tahun terakhir. Keuntungannya mencapai Rp4 miliar per tahun.

Terungkapnya hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan dua tersangka berinisial M dan EI berstatus warga sipil.

"Sebagai catatan bahwa tersangka telah melakukan kegiatan tersebut dari awal Februari 2022. Sampai dengan 2024," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Podla Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra kepada wartawan, Rabu, 10 Januari.

Kedua tersangka itu mendapatkan kendaraan hasil curian dengan cara membelinya. Ada juga yang dari debitur nakal, mereka menjual kendaraan kredit yang belum lunas.

"Tersangka membeli daripada pelaku baik pelaku curanmor, penggelapan, ataupun pelaku fidusia dengan harga rata-rata kendaraan untuk roda 2 seharga Rp 8 sampai Rp10 juta," sebutnya.

"Untuk roda empat itu ditampung oleh mereka dengan harga kisaran Rp60 juta sampai Rp120 juta tergantung merek kendaraan tersebut," sambung Wira.

Kemudian, tersangka menjual kembali kendaraan itu ke Timor Leste. Tentunya dengan harga yang tinggi.

Dicontohkan, untuk sepeda motor dijual para tersangka Rp15 hingga Rp20 juta. Sementara mobil Rp100 sampai Rp200 juta.

Bahkan mereka bisa mengirim kendaraan curian itu setiap satu hingga dua bulan sekali.

"Dari hasil tersebut para tersangka setiap bulannya diperkirakan mendapat penghasilan sekitar senilai Rp400 juta. Dari hasil kegiatan tersebut, berdasarkan hasil penelitian sementara kami mencoba menghitung besaran keuntungan dari pelaku per tahunnya bisa mencapai angka Rp3 sampai Rp4 miliar," kata Wira.

Adapun, Polda Metro Jaya dan Puspomad V Brawijaya menemukan 260 kendaraan roda dua maupun empat yang disembunyikan sindikat penadah di Gedung Gudbalkir Pusziad, Sidoarjo. Rinciannya, 46 mobil dan 214 motor

Dalam kasus ini, ada tiga prajurit TNI AD yang diduga terlibat. Mereka yakni Mayor BP, Kopda AS, dan Praka J yang kini telah diamankan oleh Puspomad.