Bagikan:

JAKARTA - Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksinasi COVID-19. Harapannya, setelah menjadi penerima vaksin pertama, banyak masyarakat yang mau menjalankan program prioritas pemerintah ini dalam menangani pandemi COVID-19.

Hanya saja, harapan tersebut belum sesuai dengan fakta yang didapatkan oleh lembaga Indikator Politik Indonesia yang menyebut 41 persen dari total 1.200 responden memilih tidak bersedia divaksin dengan rincian 32,1 persen responden kurang bersedia dan sisanya 8,9 persen mengaku sangat tidak bersedia.

Sementara, kelompok responden yang bersedia divaksin COVID-19 sebanyak 54,9 persen. Dengan rincian 39,1 persen responden mengaku cukup bersedia, dan 15,8 persen dangat bersedia untuk divaksin. 

"Yang mengagetkan saya secara pribadi, meskipun surveinya telah dilakukan setelah presiden (Jokowi) sendiri langsung menjadi orang pertama divaksin, itu masih banyak yang tidak bersedia. Total 41 persen kurang bersedia atau sangat tidak bersedia," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat menyampaikan paparan secara daring, Minggu, 21 Februari. 

Dia bahkan menyebut, efek Jokowi dan sejumlah tokoh menerima vaksin lebih dulu pada Januari lalu hanya mampu menurunkan angka tersebut sebanyak dua persen. Sebab, pada Desember 2020, survei Indikator mencatat ada 43 persen responden yang tidak bersedia atau sagat tidak bersedia divaksin.

"Jadi turun hanya dua persen. Efek Presiden Jokowi ada tapi efeknya cuma dua persen menurunkan mereka yang awalnya tidak bersedia menjadi bersedia," ungkapnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan angka yang bersedia divaksin masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang menolak vaksin COVID-19. Ditambah masih ada 4,2 persen responden yang tidak menjawab.

"Jadi 41 persen di (survei) bulan Februari itu bukan angka yang kecil. Ini bisa jadi masalah karena vaksinasi itu pada dasarnya bicara untuk kepentingan bersama. Untuk herd immunity jadi nggak tercapai kalau empat dari 10 orang tidak bersedia," katanya.

Adapun alasan responden yang menolak divaksinasi COVID-19 karena alasan efek samping vaksin yang belum dipastikan sebanyak 54,2persen. Kemudian efektivitas vaksin 27 persen, merasa sehat atau tidak membutuhkan 23,8 persen, dan jika harus membayar 17,3 persen.

Adapun Survei Indikator Politik Indonesia dilakukan pada rentang 1-3 Februari 2021. Survei dilakukan dengan menggunakan kontak telpon kepada responden dan tatap muka.

Jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelpon sebanyak 7.604 data, dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yaitu sebanyak 1.200 responden.

Survei menggunakan metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan atau margin of error sekitar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.