Vaksin Nusantara Ala Terawan, Didukung DPR Disorot IDI
Terawan Agus Putranto (Foto: kemkes.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Lama tak terdengar kabarnya setelah direshuffle, mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bikin kejutan dengan Vaksin Nusantara yang dikembangkannya untuk mencegah penularan COVID-19. Vaksin yang telah melewati uji klinis tahap dua ini kemudian menjadi perhatian publik.

Vaksin Nusantara oleh Terawan sebelum dirinya digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin sebagai Menteri Kesehatan. Pengembangan vaksin ini bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc. di California, Amerika Serikat dengan melibatkan peneliti yang berasal dari Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, dan Universitas Diponegoro Semarang dan RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

Klaimnya, vaksin ini bisa memproduksi kekebalan tubuh yang memberikan perlindungan dengan jangka waktu yang panjang. Selain itu, dalam sebuah wawancara pada Rabu, 17 Februari, dia mengatakan vaksin ini bersifat personal dan bisa digunakan semua kalangan termasuk yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

"Tentunya konsep generalized harus diubah menjadi konsep personality individual vaccination," kata Terawan.

Dia memaparkan, proses pembuatan Vaksin Nusantara ini arus melewati proses inkubasi selama kurang lebih 7 hari. Hingga nantinya akan menjadi vaksin individual atau personal. 

"Intinya adalah dari setiap kita punya dendritic cell tinggal dikenalkan antigen COVID-19 sehingga akan menjadi punya memory dendritic cell itu terhadap COVID-19," ungkapnya.

Terawan berharap vaksin ini lolos dalam semua tahap uji coba dan mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga bisa diproduksi secara masal.

Dalam proses produksi massal, dia yakin nantinya dalam sebulan ada 10 juta dosis vaksin yang bisa diproduksi. "Dan diperkirakan akan membuat kemandirian vaksin," tegasnya.

Terkait vaksin ini, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan  pihaknya masih mempelajari dan menunggu hasil uji klinis dari vaksin tersebut.

"Kita menunggu, ya, hasil uji klinis dan nanti rekomendasi para ahli," ungkapnya.

Dia menyebut Kemenkes mendukung vaksin yang dikembangkan oleh mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto tersebut, namun yang perlu diingat, Vaksin Nusantara ini masih dalam tahapan uji klinis.

"Secara umum Kemenkes mendukung pengembangan vaksin dan apapun juga yang merupakan karya anak bangsa tapi ini masih dalam ranah uji klinis," tegasnya.

Didukung DPR karena dianggap penuh inovasi

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta semua pihak memberikan dukungan karena vaksin buatan anak bangsa ini akan menjadi terobosan dan inovasi.

"Vaksin COVID-19 yang diprakarsai oleh dr Terawan ini kan bersifat personalized menggunakan sel dendritik dan dapat diproduksi secara masal dalam waktu singkat. Ini sebuah terobosan dan inovasi yang ditawarkan anak bangsa," kata Dasco dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

DPR, kata dia, mengapreasiasi dan menyambut baik proses pengembangan Vaksin Nusantara yang saat ini sudah masuk ke uji klinis tahap kedua. Apalagi, sejak awal, anggota parlemen mendorong adanya vaksin COVID-19 yang dibuat dan dikembangkan oleh anak bangsa.

"Maka dari itu, kami meminta kepada semua pihak, untuk mendukung penuh pembuatan Vaksin Nusantara ini hingga betul-betul teruji klinis kemudian secara efektif dapat menekan penyebaran virus, aman untuk masyarakat, dan juga teruji kehalalannya," ungkap dia.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris juga mengapresiasi Vaksin Nusantara. Dia mengucapkan selamat kepada Terawan dan timnya yang telah berhasil menyelesaikan uji klinis tahap pertama untuk mengembangkan vaksin tersebut.

"Kami ingin sampaikan ucapan selamat kepada dr Terawan dan tim peneliti Vaksin Nusantara yang sudah berhasil menyelesaikan uji klinis tahap satu dengan baik. Tentunya kita mengapresiasi," ujarnya.

Dia menilai, vaksin ini berpotensi menjadi game changer karena memiliki metode dan teknologi yang berbeda dengan vaksin yang sudah ada sebelumnya. Sehingga diharapkan, ke depan, jika sudah melewati uji klinis lanjutan dan siap digunakan, vaksin ini dapat digunakan bagi orang yang memiliki penyakit komorbid.

"Kita mengapresiasi kerja keras mereka dan sekaligus bangga dengan adanya penemuan anak bangsa yang berpotensi menjadi game changer dalam hal vaksinasi terhadap covid19. Seperti yang sudah ramai diberitakan, vaksin Nusantara ini menggunakan metode dan teknologi yang berbeda dengan vaksin yang sudah bereda," ungkapnya.

"Semoga vaksin Nusantara bisa lolos tahapan-tahapan uji klinis berikutnya dengan baik," imbuh politikus PDIP ini.

IDI minta Terawan buka data soal klaim Vaksin Nusantara

Meski mendapatkan dukungan, namun kritikan justru datang dari Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban. Dia meminta Terawan tak asal klaim soal efikasi vaksin tersebut dan meminta bukti atas klaim yang sudah disampaikan ke publik.

Klaim efikasi vaksin COVID-19, menurutnya, harus dibuktikan dengan uji klinis. Sementara Vaksin Nusantara saat ini baru melewati satu fase. Sehingga, demi mencegah kebingungan di tengah masyarakat, Zubairi meminta klaim semacam ini harus dibarengi dengan bukti ilmiah.

"Vaksin nusantara diklaim menciptakan antibodi seumur hidup. Mana buktinya? Data uji klinis fase duanya saja belum ada, apalagi fase tiga. Jadi, jika mau bicara klaim, tentu harus dengan data. Harus dengan evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung," katanya lewat akun Twitter miliknya, @ProfesorZubairi seperti dikutip VOI.

Zubairi mengatakan, dirinya mendukung penuh upaya eradikasi seperti vaksin. Tapi, dia meminta bukti atau data dari klaim efikasi yang disebutkan Terawan terkait Vaksin Nusantara supaya publik tidak gaduh. 

Sebab, hingga saat ini para ahli dunia tak pernah sembarangan menyebut antibodi dari vaksin yang sudah ada seperti Moderna, Sinovac, atau Pfizer dapat bertahan dalam waktu tertentu. 

"Tidak ada itu klaim yang mereka sampaikan bahwa antibodi dari vaksin-vaksin tersebut bisa bertahan enam bulan, satu tahun, apalagi seumur hidup," tegasnya.

"Sekali lagi, saya mendukung upaya eradikasi, seperti vaksin. Tapi perlihatkan kepada publik datanya. Biar tak gaduh. Vaksin Influenza saja bertahan kurang lebih setahun karena dipengaruhi mutasi virusnya," pungkasnya.