JAKARTA - Dokter Terawan Agus Putranto diberhentikan dari keanggotaan IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Hal tersebut sebagai buntut dari surat Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) 8 Februari lalu yang menyatakan bahwa Terawan telah melakukan beberapa pelanggaran etik berat. Seperti dimuat di VOI, setidaknya ada lima kesalahan yang dilakukan Terawan saat menjalankan tugas sebagai dokter.
Pertama, Terawan belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi etik sesuai SK MKEK tanggal 12 Februari 2018 hingga saat ini.
Kedua, Terawan melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang vaksin Nusantara sebelum penelitian vaksin tersebut selesai.
Ketiga, Terawan bertindak sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI), badan yang dibentuk tanpa melalui prosedur sesuai tata laksana dan organisasi (Ortala) IDI dengan proses pengesahan di Muktamar IDI.
Keempat, Terawan menerbitkan Surat Edaran (SE) pada 11 Desember 2021 yang berisikan instruksi "kepada seluruh ketua cabang dan anggota PDSKRI di seluruh Indonesia agar tidak merespon ataupun menghadiri" acara PB IDI.
Kelima, Terawan mengajukan permohonan perpindahan keanggotaan dari IDI Cabang Jakarta Pusat ke IDI Cabang Jakarta Barat yang salah satu syaratnya adalah mengisi form mutasi keanggotaan yang berisi pernyataan tentang menjalani sanksi organisasi dan/atau terkena sanksi IDI.
Bukan satu kali ini saja dokter Terawan diberhentikan dari keanggotaan IDI. Dihimpun dari berbagai sumber, tahun 2018 lalu Terawan tercatat pernah diberhentikan sementara dari IDI selama 12 bulan sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019 karena pelanggaran etik serius.
Pelanggaran etik serius yang dimaksud adalah terkait pengobatan stroke iskemik kronik melalui melalui Diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA) yang dilakukan Terawan sejak Juli 2014. Padahal metode tersebut belum mengantongi bukti ilmiah kedokterannya. Sebagai prosedur diagnosis, biaya tindakan juga disebut fantastis.
Dokter Terawan melakukan tindakan itu tidak dalam fase riset, melainkan fase penerapan di masyarakat. Hal tersebut melanggar etik kedokteran dan farmasi, karena tindakan medis itu belum dipublikasikan secara ilmiah.
Teknik DSA atau Digital Subtraction Angiography sendiri biasanya digunakan dalam diagnosis stroke. Di sisi lain, dokter Terawan disebut telah memodifikasi DSA sebagai bagian dari terapi pasien stroke, yang dikenal luas dengan istilah cuci otak.
Jika dipecat oleh Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) dari pengurus besar IDI, konsekuensinya adalah Terawan terancam tidak bisa lagi mengurus izin praktik.
Reaksi pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI tersebut menuai kontroversi. Banyak yang mempertanyakannya. Mulai dari masyarakat, penggiat sosmed, anggota DPR hingga anggota Watimpres. Semua menyayangkan langkah yang diambil IDI. Semua merasa bahwa Terawan merupakan dokter yang berprestasi dan banyak membantu masyarakat.
Komisi IX DPR bahkan memanggil IDI untuk meminta penjelasan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membuka wacana agar izin praktik dokter diurus pemerintah. Ia juga menyarankan agar ada titik temu antara IDI dan Terawan. Karena harus diakui, banyak yang mengaku terbantu dengan metode cuci otak yang dilakukan mantan Menteri Kesehatan ini.
Dari informasi yang dirangkum dari berbagai sumber, sebenarnya Terawan bukan ahli jantung atau spesialis stroke. Ia merupakan dokter spesialis radiologi. Tapi studi S3-nya di Universitas Hasanudin terkait cuci otak. Metode yang biasa disebut brain flushing tersebut dalam disertasinya bertajuk “Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis". Metode mengatasi masalah stroke ini kemudian disebut dengan terapi 'cuci otak' dan penerapan program DSA (Digital Substraction Angiography).
Karier Cemerlang
Sebagai dokter dan militer Terawan cukup moncer. Sebelum menjadi Menteri Kesehatan ia merupakan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto. Ia juga tim dokter kepresidenan pada 2009. Selanjutnya, Terawan juga pernah menjadi Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia serta Ketua World Internasional Committee of Military Medicine. Terawan Agus Putranto juga menyandang gelar Profesor Kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan Bidang Kedokteran Militer, Fakultas Kedokteran Militer, Universitas Pertahanan (Unhan). Ia juga pernah menjadi Ketua ASEAN Association of Radiology. Terawan pensiun dari militer dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal.
Dengan jejak rekam tersebut tidak heran banyak yang mendesak agar segera diambil solusi. Baik itu terkait DSA atau metode cuci otak maupun vaksin nusantara. Semua menganggap Terawan aset. Juga karena banyak yang merasa tertolong. Bahkan untuk vaksin nusantara beberapa tokoh publik yang menerima. Jadi memang harus betul-betul dicari solusi yang baik. Bukan bagi Terawan tapi juga masyarakat luas.