Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, dijadwalkan untuk memberikan keterangan di kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo atau SYL, hari ini. Pemeriksaan ini merupakan ketiga kalinya sebagai tersangka.

"Iya Kamis (jadwal pemeriksaan Firli Bahuri)," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak, Rabu, 20 Desember.

Rencananya proses pemeriksaan dilakukan di Bareskrim Polri. Penyidik telah menjadwalkan pengambilan keterangan Firli Bahuri dimulai pada pukul 10.00 WIB.

Namun, belum bisa dipastikan apakah Firli Bahuri bakal memenuhi pemeriksaan tersebut. Sejauh ini, hanya diketahui bila Ketua KPK nonaktif itu memenuhinya, maka, sudah tiga kali Ketua KPK nonaktif itu diambil keterangannya sebagai tersangka.

Diketahui, Firli telah diperiksa sebagai tersangka pada 1 dan 6 Desember 2023.

Selain itu, pemeriksaan terhadap Firli ini dilakukan meski penyidik telah melimpahkan berkas perkara kasus dugaan pemerasan terhadap SYL tersebut.

Dalam proses penyidikan, Firli Bahuri disebut menerima uang Rp3,8 miliar terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) periode 2020 hingga 2023. Uang itu diserahkan empat kali dari lima pertemuan.

"Yang jelas bahwa setidaknya terjadi 5 kali pertemuan dan yang diduga 4 kali penyerahan uang," sebutnya.

Namun, Ade tidak merinci waktu dan pihak yang menyerahkan uang kepada Firli Bahuri.

Hanya saja, berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan praperadilan, memang ada empat kali penerimaan uang oleh Firli Bahuri. Jumlahnya Rp3,8 miliar.

Uang pertama yang diterima Firli Bahuri terkait pengamanan permasalahan hukum yakni Rp800 juta.

Penyerahannya bermula ketika Ketua KPK nonaktif ini menghubungi Anom Wibowo, anggota polisi yang saat ini berpangkat Brigjen dan bertugas sebagai Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham, pada Februari 2021.

"Pemohon menghubungi saudara Anom Wibowo untuk menyampaikan pesan kepada saudara Irwan Anwar agar menghubunginya," ujar salah satu anggota tim Bidkum Polda Metro Jaya membacakan fakta hukum dalam persidangan.

Kemudian, Irwan Anwar yang kini menjabat sebagai Kapolrestabes Semarang mendapat kabar itu segera menghubungi Firli Bahuri.

Irwan Anwar dan Firli memang memiliki kedekatan. Sebab, ketika bertugas di Polda NTB sebagai Direktur Kriminal Umum, Firli Bahuri merupakan pimpinannya atau Kapolda.

Isi percakapan keduanya perihal Ketua KPK nonaktif itu meminta Irwan Anwar untuk menemani Syahrul Yasin Limpo yang akan menghadapnya.

Hingga akhirnya, pertemuan itu terealisasi di safe house yang beralamat di Jalan Kertanegara nomor 46, Jakarta Selatan, pada 12 Februari 2021. Di momen itulah ada penyerahan uang sebesar Rp800 juta.

"(Pertemuan) Antara Syahrul Yasin Limpo, saudara Irwan Anwar, dan pemohon terjadi transaksi sebesar 800 juta rupiah dalam bentuk valas," ungkapnya.

Penyerahan kedua terjadi di salah satu rumah yang berada di kawasan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian atau STIK - PTIK, sekitar 6 Juni 2021 atau 13 Juni 2021.

Kombes Irwan Anwar yang menyerahkan uang kepada Firli Bahuri. Jumlahnya mencapai Rp1 miliar.

Asal-usul uang itu merupakan milik Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementerian Pertanian (Kementan) nonaktif, Muhammad Hatta.

Sebab, Kombes Irwan Anwar lebih dulu bertemu dengan Muhammad Hatta di kediamannya. Saat itu, ia dititipkan uang tersebut.

Duit Rp1 miliar yang diserahkan Muhammad Hatta kepada Kombes Irwan Irawan dalam bentuk mata uang asing. Uang itu disimpan dalam amplop putih yang dimasukan ke map merah.

Setelah menerima uang itu, Kombes Irwan Anwar menemui Firli Bahuri dan menyerahkan uang tersebut.

"Pada hari yang sama terjadi pertemuan antara saudara Irwan Anwar dengan pemohon di salah satu rumah yang terletak di sebelah lapangan tenis PTIK Jakarta Selatan," sebutnya

"Saat itu saudara Irwan Anwar menyerahkan tas berisi uang kepada pemohon," sambungnya.

Tak sampai disitu, Firli juga menerima lagi uang yang berkaitan dengan penanganan permasalahan hukum di Kementan periode 2020 hingga 2023.

Kali ini, dari Syahrul Yasin Limpo. Penerimaan uang itu berlangsung ketika keduanya bertemu di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki, Jakarta Barat, sekitar Maret 2022. Dalam pertemuan itu ada penyerahan uang senilai Rp1 miliar.

"Bahwa pada tanggal 2 Maret 2022, berlangsung pertemuan antara saudara SYL dengan pemohon di GOR Tangki di Taman Sari, Jakarta Barat," ucapnya.

Namun, penyerahan uang itu tak langsung dari Syahrul Yasin Limpo atau SYL, Menteri Pertanian saat itu, kepada Firli Bahuri.

Melainkan, penyerahan itu melalui Panji Harjanto yang merupakan ajudan SYL kepada Hendra Yoshua Daluwu selaku petugas Pengamanan dan Pengawalan (Pamwal) Firli Bahuri.

Nominal uang yang diserahkan mencapai Rp1 miliar dalam pecahan mata uang asing. Uang itu berada dalam tas kecil warna hitam.

"Dalam pertemuan tersebut, saudara Panji Harjanto menyerahkan tas tangan berwarna hitam yang berisi uang senilai 1 miliar rupiah pecahan valas kepada sudra Hendra Yoshua Daluwu selaku pamwal ketua KPK RI," katanya.

Dari fakta hukum yang disampaikan, Firli Bahuri kembali menerima uang dari Kombes Irwan Anwar sebesar Rp1 miliar. Penyerahan uang berlangsung di rumah Ketua KPK nonaktif tersebut yang berada di Perum Gardenia Villa Galaxy A2 Nomor 60 Bekasi Kota.

Kala itu, Kombes Irwan Anwar datang ke rumah Ketua KPK nonaktif tersebut pada Mei 2022. Saat itulah ada penyerahan uang Rp1 miliar

Hanya saja, tak disampaikan secara rinci apakah uang itu juga berkaitan dengan penanganan permasalahan hukum di Kementan.

"Dalam pertemuan tersebut saudara Irwan Anwar menyerahkan tas tangan berisi uang sejumlah Rp1 miliar kepada pemohon (Firli Bahuri)," katanya.

Adapun, Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan Rabu, 22 November. Namun, hingga saat ini belum dilakukan penahanan.

Dalam kasus ini, Firli Bahuri dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.