Bagikan:

JAKARTA - Eks Juru Bicara (Jubir) Anies-Sandi saat Pilgub DKI Jakarta 2017, Anggawira mengatakan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) dan komisaris di sejumlah BUMD DKI Jakarta merupakan bukti Anies Baswedan menempatkan orang dalam atau 'ordal' di lingkaran kekuasaannya saat menjadi pejabat publik.

Hal itu dikatakannya menanggapi Jubir Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) Tatak Ujiyati yang mengatakan Anggawira sengaja memelintir konteks kritik yang dilontarkan Anies kepada capres Prabowo Subianto sat debat perdana Pilpres 2024 belum lama ini.

"Bu Tatak kan juga orang dalam, TGUPP yang merangkap komisaris LRT, terus dipecat. Jadi apalagi yang harus dikomentarin, sudah terang-benderang kok, clean dan clear," kata Anggawira dalam keterangannya, Selasa 19 Desember.

Anggawira kemudian mempertanyakan syarat dan kompetensi orang-orang yang mendapat jabatan di TGUPP dan BUMD.

"Saya juga orang yang mengetahui secara langsung, boleh diperiksa latar belakang orang dekat mas Anies yang menjadi komisaris di BUMD. Seharusnya mas Anies kritis terhadap dirinya sendiri, sebelum dia mengkritik orang lain,” tuturnya.

Ketua Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) itu lantas menyinggung nama Geisz Chalifa, Thomas Lembong, dan Rene Suhardono yang disebut orang dekat Anies pernah menjabat Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol. Selain itu, ada Usamah Abdul Aziz yang pernah menjabat Anggota TGUPP.

"Rekrutmen TGUPP itu apa kompetensinya? Suka-suka Mas Anies aja kan. Dan penempatan mereka dalam BUMD-BUMD memang ada parameternya? Jadi saya rasa nggak usah naif juga,” kata Anggawira.

Dia pun menampik tuduhan ihwal dirinya membelokkan konteks soal fenomena 'ordal'. Menurutnya, pernyataan Tatak yang juga mantan TGUPP tidak bisa lepas dari sudut pandang dan kepentingannya sebagai sosok yang mendukung Anies.

"Masing-masing kita punya kepentingan. Bu Tatak juga punya kepentingan. Tapi saya ingin mengklarifikasi bahwa masing-masing kita punya perspektif dan cara pandang sesuai dengan positioning kita saat ini,” ujarnya.

Sebaliknya, Anggawira justru menyebut Anies lah yang telah memelintir konteks 'ordal', dengan alasan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berpihak kepada salah satu pasangan calon presiden. Padahal, putusan MK bersifat kolektif kolegial.

"Kalau soal MK dan lain sebagainya, sudah ada mekanismenya. Keputusan MK bukan keputusan tunggal, itu kan kolektif kolegial. Kalau memang itu salah, silakan ada proses hukum lagi. Jadi, mas Anies jangan membelokkan proses hukum itu jadi proses seolah-olah ada ordal. Nah ordalnya seperti apa, harus kita dudukkan persoalan ini secara objektif," ujar Anggawira yang juga bagian dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran.