JAKARTA - Produsen mobil listrik milik Elon Musk Tesla Inc. semakin positif memilih India sebagai basis produksi keduanya di Asia. Tesla mendekati tahap akhir untuk mencapai kesepakatan memproduksi mobil listrik di India. Jika kesepakatan ini terjadi, maka Tesla akan memiliki 3 basis produksi yakni di Amerika Serikat, China, dan India.
Lalu, apakah ini artinya pemerintah gagal untuk menarik Tesla berinvestasi di Indonesia? Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto pun akhirnya berkomentar meski enggan menjabarkan lebih lanjut.
"Maaf saya ada non disclosure agreement (perjanjian yang tidak boleh diungkapkan ke publik). Tidak bisa disclose (ungkap) apa-apa," tuturnya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Kamis, 18 Februari.
Pernyataan Seto ini tidak menjawab apakah rencana investasi Tesla di Indonesia batal dengan adanya berita Tesla memilih India untuk produksi mobil listrik.
Awal Februari lalu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan bahwa pemerintah telah menandatangani kesepakatan Non-Disclosure Agreement (NDA) dengan Tesla. Dia mengatakan hal tersebut terkait dengan investasi perusahaan otomotif tersebut.
Pemerintah melalui Kemenko Marves telah menerima proposal rencana investasi Tesla di Indonesia pada Kamis, 4 Februari 2021.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati yang memaparkan bahwa Tesla justru ingin mengembangkan energy storage system (ESS) atau alias sistem penyimpanan energi guna memenuhi kebutuhan suplai listrik Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Tesla minat di energy storage, bukan di electric vehicle battery," katanya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII, Selasa, 9 Februari.
Nicke mengatakan, ketertarikan Tesla untuk mengembangkan ESS dalam negeri diakibatkan adanya rencana penambahan jumlah PLTS secara massal di Indonesia. Dengan semakin masifnya PLTS, pasokan listrik ke ESS akan semakin andal, sehingga dinilai menjadi bisnis yang menarik bagi Tesla.
"Dia (Tesla) datang ke Indonesia lihat potensi menjaga keandalan suplai dari PLTS adalah ESS, ini pasar besar," tuturnya.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto, pada 5 Februari.
BACA JUGA:
Seto mengatakan, proposal rencana investasi yang ditawarkan Tesla berbeda dengan calon mitra yang lain, yakni perusahaan asal China, CATL, dan perusahaan asal Korea Selatan, LG. Dia menyebut, perbedaan ini karena teknologi dasar yang digunakan Tesla berbeda dengan kedua perusahaan lain tersebut.
Menurut Seto, Tesla kemungkinan akan berinvestasi di bidang energy storage system (ESS). ESS ini seperti 'powerbank' dengan giga baterai skala besar yang bisa menyimpan tenaga listrik besar hingga puluhan mega watt, bahkan hingga 100 MW untuk stabilisator atau untuk pengganti sebagai pembangkit peaker (penopang beban puncak).
Lebih lanjut, Seto menjelaskan, ketika malam hari di saat konsumsi listrik masyarakat tinggi, ini bisa memanfaatkan ESS ini. Selain itu, Tesla menyampaikan bahwa negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan berpotensi mengombinasikan energi baru terbarukan dengan teknologi ESS ini.
"Mereka sampaikan pada kita bahwa mereka dari sisi permintaan dengan negara lain sudah sangat tinggi, tapi suplai ESS tidak banyak. Mau kerja sama dengan Indonesia dengan negara kepulauan potensi EBT mereka bisa kombinasikan teknologi ESS di Indonesia," kata Seto.